PENJELASAN:
a. Kabinet dapat membubarkan Parlemen tetapi hanya Majelis Rendah/House of Councellors.
b. Parlemen mengangkat/menunjuk Perdana Menteri dengan syarat harus orang sipil dan harus dari anggota Parlemen /Diet
c. Mahkamah Agung bertugas mengawasi Kabinet dalam melaksanakan Konstitusi 1947
d. Kabinet menunjuk Ketua Mahkamah Agung dan Hakim Agung
e. Mahkamah Agung mengawasi jalannya/pelaksanaan tugas-tugas Parlemen (misalnya dalam pembuatan Undang-Undang).
f. Impeachment, Diet bisa memanggil Mahkamah Agung memepertanggungjawabkan perbuatannya, atau dapat menuduh Mahkamah Agung tidak melaksanakan tugasnya dengan baik.
People ( masyarakat ) dan teno
-people atau masyarakat
Peran rakyat di era konstitusi tahun 1889 hanya memilih anggota shugiin sedangkan anggtota kizoku ini di angkat dari kekaisaran maupun bangsawan yang telah di angkat oelah kaisar sedangkan konstitusi menetapkan rakyat untuk memilih majelis rendah jepang (shugi in) maupun majelis tinggi jepang (shagi in) dari kedua majelis di pilih malalui system pararel dan secara nasional bisa melakukan pengulangan terhadap hakim mahkamah agung
-teno
Didalam Konstitusi 1965 Kedudukan kaisar Jepang adalah sebagai simbol negara dan pemersatu rakyat dalam menjalankan peran yang murni seremonial tanpa kedaulatan yang sesungguhnya. Jadi walaupun Kasiar adalah kepala negara namun fungsinya sebagai seremonial belaka. Sehingga Kaisar Jepang hanya bertindak sebagai kepala negara yang mengurusi segala urusan yang berhubungan dengan diplomatik
SISTEM PEMILU DAN SISTEM KEPARTAIAN DI JEPANG
Sistem Pemilu
Ada 2 prinsip pokok pemilihan yaitu system single member dan system multi member
Di tahun 1955 ada dua partai yang memiliki haluan konsevatif yang sama sehingga kedua partai itu menjadi satu partai dominatif dan pada tahun 1933 partai demoktrat liberal jiyu mishuto,jimito atau liberal democratif party /singkatan LDP sejak periode ini di kenal sebagai system (gojigoine taisi)pada tahun 1955 di era perang dunia dua yang awalnya jepang merupakan partai multi partai yang di kenal sebagai partai politik yang dominan saat itu.
dari sistem partai politik tahun 1955. Pasca PD II sistem politik sangat bergantung dengan keinginan politik ketika itu melarang semua anggota parlemen petahanan sebelum PD II untuk kembali menduduki posisinya. Pemilu pertama pasca-Perang Dunia Kedua diikuti hingga 267 partai politik.
Di dalam sistem pemilihan umum tahun 1955, kebijakan elektoral yang digunakan ialah penggunaan metode single non-transferable vote
Sejak tahun 1955, LDP memiliki kemampuan sebagai partai yang hegemonik dalam tatanan pemerintahan Jepang selama 38 tahun, akhirnya dikalahkan melalui koalisi partai-partai lawan yang berhasil meraih kursi mayoritas pada tahun 1993, Meskipun LDP merupakan partai yang berkuasa sangat lama dan berpengaruh sangat kuat dalam setiap langkah politis, ekonomis, diplomatis dan bahkan kulturalis Jepang, ini semakin terungkap. Masyarakat Jepang yang sebelumnya bersifat konservatif dan mengedepankan status-quo, kini berubah dan mendukung adanya reformasi dan berakhirnya dominasi LDP. pada tahun 1993 LDP untuk pertama kalinya tidak mampu meraih kursi lebih dari empat puluh persen di kokkai. Dikalangan LDP sendiri terjadi perpecahan terbukti di kala pasca-pemilihan umum tahun 1993, menghasilkan tiga partai politik baru yang dibentuk oleh para anggota-anggota LDP terdahulu yaitu partai-partai .Shinshinto,Shinseito dan Shinto Sakigake.
Reformasi Pemilihan Umum Jepang
Pada tahun 1993 shugi-in kokkai meloloskan berbagai undang-undang untuk merealisasikan sistem pemilihan umum. Sistem yang baru ini memiliki tiga tujuan utama yaitu, mengurangi biaya kampanye dan kemungkinan terjadinya korupsi, menggantikan sistem pemilihan yang individu-sentris menjadi partai-sentris, dan juga untuk menciptakan alternatif baru di dalam sistem parlementarian Jepang. Metode pemilihan umum dirubah menjadi lebih terpusat kepada posisi partai politik.
Reformasi di dalam metode pencalonan di dalam pemilihan umum memang terjadi, namun tidak sepenuhnya reformasi ini terjadi. Dengan berbagai macam kompromi politik dengan banyak kekuatan-kekuatan partai politik, akhirnya sistem yang dipilih ialah memperkecil wilayah kandidat meskipun tetap bersifat individual (Single-member District atau SMD) dan menambahkan satu jenis pencalonan lagi yaitu perwakilan proporsional yang ditujukan untuk terbentuknya kelompok oposisi yang baik. Sistem ini disebut mixed member sistem yang meletakan kekuatan pencalonan untuk dipecah menjadi dua bentuk.
Sistem ini berhasil mengurangi dominasi Liberal Democratic Party ( LDP) dan memperkuat posisi oposisi di Jepang.
Ada pun Dampak reformasi sistem pemilihan umum ini mempengaruhi tingkatan anggota parlemen yang terpilih kembali. Meskipun dengan sistem 1955, tingkatan anggota parlemen yang terpilih kembali sudah tinggi dengan tingkatan 82%, setelah reformasi dilaksanakan tingkatan ini justru lebih meningkat. Dengan implikasi ini, pemerintahan koalisi pun semakin sering terjadi pasca-reformasi sistem pemilu 1993 bila dibandingkan sebelum 1993.
System kepartaian
Sejak di berlakukan konstitusi pada tahun 1947 ada tiga partai besar yang memenangkan pemilihan suara di pemilihan umum yaitu partai liberal(jiyuto)partai sosialis(shakaito)dan partai demokratis(minshuto)
KONSTITUSI MEIJI DAN KONSTITUSI 47
Konstitusi Meiji
Konstitusi Kekaisaran Jepang ( umumnya dikenal sebagai Konstitusi Meiji) adalah undang-undang Kekaisaran Jepang dari tahun 1889 hingga tahun 1947. Diberlakukan sebagai bagian dari Restorasi Meiji, undang-undang dasar ini mengizinkan adanya sebuah monarki konstitusional yang berdasarkan model Prusia yang menempatkan Kaisar Jepang sebagai penguasa aktif dan mempunyai kekuasaan politik yang besar, namun membagi hal ini dengan anggota parlemen yang dilantik. Berlakunya Restorasi Meiji yang mengembalikan kekuasaan politik langsung kepada kaisar untuk pertama kalinya setelah lebih dari seribu tahun, Jepang mengalami periode reformasi politik dan sosial serta proses westernisasi yang bertujuan untuk mengangkat derajat Jepang hingga sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia Barat. Konsekuensi langsung dari Konstitusi ini adalah dibukanya pemerintah parlementer pertama di Asia.
Konstitusi Meiji menetapkan batasan yang jelas antara kekuasaan badan eksekutif dan kekuasaan mutlak Kaisar. Ia juga menciptakan sebuah pengadilan yang independen. Namun terdapat ambiguitas pada kata-kata dalam naskahnya, dan di banyak tempat terdapat keterangan yang saling berkontradiksi. Para pemimpin pemerintah dan partai politik dengan demikian mengemban tugas untuk menafsirkan, apakah Konstitusi Meiji dapat digunakan untuk membenarkan kekuasaan otoriter atau pemerintahan yang liberal-demokratis. Pertarungan antara dua kecenderungan tersebutlah yang kemudian mendominasi pemerintahan Kekaisaran Jepang.
Konstitusi Meiji digunakan sebagai model untuk Konstitusi Ethiopia 1931, oleh intelektual Ethiopia Tekle Hawariat Tekle Mariyam. Inilah salah satu alasan mengapa kaum intelektual progresif Ethiopia yang terkait dengan Tekle Hawariat dikenal dengan sebutan "Japanizers".
Konstitusi Meiji diadopsi pada 11 Februari 1889 namun baru mulai diberlakukan pada 29 November 1890. Pada tahun 1947, seiring kekalahan Jepang dan dijajahnya Jepang pada akhir Perang Dunia II, Konstitusi Meiji digantikan sebuah dokumen baru yang disebut "Konstitusi Jepang", yang mencoba menggantikan sistem kekaisaran dengan sejenis demokrasi liberal ala Barat.
KONSTITUSI 47
Konstitusi Jepang (Shinjitai, Kyūjitai, Nihon-Koku Kenpō) adalah dokumen legal pendirian negara Jepang sejak tahun 1947. Konstitusi ini menetapkan pemerintahan berdasarkan sistem parlementer dan menjamin kepastian akan hak-hak dasar warga negara. Berdasarkan ketetapannya, Kaisar Jepang berperan sebagai "simbol Negara dan persatuan rakyat" dan menjalankan peran yang murni seremonial tanpa kedaulatan yang sesungguhnya. Dengan demikian, berbeda dengan raja atau ratu lainnya, Kaisar Jepang secara formal bukanlah kepala negara meskipun ia ditampilkan dan diperlakukan sebaimana layaknya seorang kepala negara. Konstitusi ini, yang disebut juga "Konstitusi Damai ( Heiwa-Kenpō?)," memiliki karakteristik utama dan terkenal karena tidak memberikan hak untuk memulai perang; yang terdapat pada Pasal 9, dan dalam penjelasan yang lebih ringkas pada ketetapan de jure kedaulatan rakyat yang berhubungan dengan peranan kekaisaran.
Konstitusi ini ditulis ketika Jepang berada di bawah pendudukan Sekutu seusai Perang Dunia II dan direncanakan untuk menggantikan sistem monarki absolut yang militeristik dengan suatu bentuk demokrasi liberal. Saat ini, dokumen konstitusi ini bersifat kaku dan belum ada amandemen yang ditambahkan sejak penetapannya.
Pasal 9 dalam konstitusi 47
Pasal 9 Konstitusi Jepang adalah suatu klausul dalam Konstitusi Nasional Jepang yang melarang dilakukannya perang oleh negara. Konstitusi ini mulai berlaku pada 3 Mei 1947, yaitu segera setelah selesainya Perang Dunia II. Dalam naskahnya, negara secara resmi menolak perang sebagai suatu hak kedaulatan dan melarang penyelesaian sengketa internasional melalui penggunaan kekuatan. Pasal tersebut juga menyatakan bahwa, untuk mencapai tujuan-tujuan ini, angkatan bersenjata dengan kesanggupan untuk berperang tidak akan dipertahankan
Pmelasal 9 ditambahkan ke dalam Konstitusi Jepang pada masa pendudukan Sekutu atas Jepang seusai Perang Dunia II. Sumber dari klausa pasifis tersebut masih diperdebatkan.
Menurut Panglima Tertinggi Sekutu Douglas MacArthur, ketentuan tersebut diusulkan oleh Perdana Menteri Kijūrō Shidehara, yang "menginginkannya untuk mencegah setiap bentuk kemiliteran bagi Jepang - dalam bentuk lembaga militer apapun". Pandangan Shidehara ialah bahwa menahan (retensi) persenjataan akan "tidak bermakna" bagi rakyat Jepang di era pasca perang. Hal tersebut karena setiap kondisi militer sesudah perang yang berada di bawah standar tidak akan mendapatkan penghargaan masyarakat, dan bahkan akan membuat masyarakat terobsesi pada tujuan untuk mempersenjatai kembali Jepang. Shidehara mengakui peranannya dalam memoarnya Lima Puluh Tahun Diplomasi (Gaikō Gojū-Nen) yang diterbitkan pada tahun 1951, di mana ia menceritakan bahwa ide tersebut datang padanya ketika sedang naik kereta api ke Tokyo. MacArthur sendiri membenarkan peranan Shidehara pada beberapa kesempatan.
Namun menurut beberapa interpretasi, Shidehara menyangkal telah akukan usulan itu, dan masuknya Pasal 9 tersebut terutama karena upaya para anggota Bagian Pemerintahan (Min-Sei-Kyoku) dari Panglima Tertinggi Kekuatan Sekutu (Rengō-Koku-Gun-Saikō-Shirei-Kan), khususnya Charles Kades, salah satu rekan dekat Douglas MacArthur. Pasal tersebut disetujui oleh Parlemen Jepang pada tanggal 3 November 1946. Kades menolak usulan kalimat yang melarang penggunaan kekuatan Jepang "untuk keamanan sendiri", karena ia percaya bahwa pertahanan diri adalah hak setiap bangsa.
Mengapa hanya 1% untuk pendanaan militer jepang ? karena masyarakat teroma jika militer dibangun kembali seperti dulu , yang nantinya jepang akan memiliki kekuatan militer yang kuat yang kemungkinan akan terjadinya perang lagi bagi jepang . lagi pula PASAL 9 Bercita-cita tulus untuk perdamaian internasional berdasarkan keadilan dan ketertiban, rakyat Jepang selamanya meninggalkan perang sebagai hak kedaulatan bangsa dan pengancaman atau penggunaan kekerasan sebagai cara menyelesaikan perselisihan internasional dan Untuk mencapai tujuan paragraf di atas, angkatan darat, laut, dan udara, serta potensi perang lainnya, tidak akan dipertahankan. Hak negara untuk menyatakan perang tidak akan diakui. Selain karena masyarakatnya ada pula faktor amerika yang menyuruh jepang untuk memberikan pendanaan pada militernya hanya boleh 1% saja . tetapi jepang tidak perlu khawatir karena nantinya amerika serikat akan membantu untuk melindungi jepang dengan memberikan bantuan pasukan dan militer amerika untuk membantu melindungi jepang, jadi jepang tidak perlu khawatir lagi dengan keamanan negaranya.
a. Kabinet dapat membubarkan Parlemen tetapi hanya Majelis Rendah/House of Councellors.
b. Parlemen mengangkat/menunjuk Perdana Menteri dengan syarat harus orang sipil dan harus dari anggota Parlemen /Diet
c. Mahkamah Agung bertugas mengawasi Kabinet dalam melaksanakan Konstitusi 1947
d. Kabinet menunjuk Ketua Mahkamah Agung dan Hakim Agung
e. Mahkamah Agung mengawasi jalannya/pelaksanaan tugas-tugas Parlemen (misalnya dalam pembuatan Undang-Undang).
f. Impeachment, Diet bisa memanggil Mahkamah Agung memepertanggungjawabkan perbuatannya, atau dapat menuduh Mahkamah Agung tidak melaksanakan tugasnya dengan baik.
People ( masyarakat ) dan teno
-people atau masyarakat
Peran rakyat di era konstitusi tahun 1889 hanya memilih anggota shugiin sedangkan anggtota kizoku ini di angkat dari kekaisaran maupun bangsawan yang telah di angkat oelah kaisar sedangkan konstitusi menetapkan rakyat untuk memilih majelis rendah jepang (shugi in) maupun majelis tinggi jepang (shagi in) dari kedua majelis di pilih malalui system pararel dan secara nasional bisa melakukan pengulangan terhadap hakim mahkamah agung
-teno
Didalam Konstitusi 1965 Kedudukan kaisar Jepang adalah sebagai simbol negara dan pemersatu rakyat dalam menjalankan peran yang murni seremonial tanpa kedaulatan yang sesungguhnya. Jadi walaupun Kasiar adalah kepala negara namun fungsinya sebagai seremonial belaka. Sehingga Kaisar Jepang hanya bertindak sebagai kepala negara yang mengurusi segala urusan yang berhubungan dengan diplomatik
SISTEM PEMILU DAN SISTEM KEPARTAIAN DI JEPANG
Sistem Pemilu
Ada 2 prinsip pokok pemilihan yaitu system single member dan system multi member
Di tahun 1955 ada dua partai yang memiliki haluan konsevatif yang sama sehingga kedua partai itu menjadi satu partai dominatif dan pada tahun 1933 partai demoktrat liberal jiyu mishuto,jimito atau liberal democratif party /singkatan LDP sejak periode ini di kenal sebagai system (gojigoine taisi)pada tahun 1955 di era perang dunia dua yang awalnya jepang merupakan partai multi partai yang di kenal sebagai partai politik yang dominan saat itu.
dari sistem partai politik tahun 1955. Pasca PD II sistem politik sangat bergantung dengan keinginan politik ketika itu melarang semua anggota parlemen petahanan sebelum PD II untuk kembali menduduki posisinya. Pemilu pertama pasca-Perang Dunia Kedua diikuti hingga 267 partai politik.
Di dalam sistem pemilihan umum tahun 1955, kebijakan elektoral yang digunakan ialah penggunaan metode single non-transferable vote
Sejak tahun 1955, LDP memiliki kemampuan sebagai partai yang hegemonik dalam tatanan pemerintahan Jepang selama 38 tahun, akhirnya dikalahkan melalui koalisi partai-partai lawan yang berhasil meraih kursi mayoritas pada tahun 1993, Meskipun LDP merupakan partai yang berkuasa sangat lama dan berpengaruh sangat kuat dalam setiap langkah politis, ekonomis, diplomatis dan bahkan kulturalis Jepang, ini semakin terungkap. Masyarakat Jepang yang sebelumnya bersifat konservatif dan mengedepankan status-quo, kini berubah dan mendukung adanya reformasi dan berakhirnya dominasi LDP. pada tahun 1993 LDP untuk pertama kalinya tidak mampu meraih kursi lebih dari empat puluh persen di kokkai. Dikalangan LDP sendiri terjadi perpecahan terbukti di kala pasca-pemilihan umum tahun 1993, menghasilkan tiga partai politik baru yang dibentuk oleh para anggota-anggota LDP terdahulu yaitu partai-partai .Shinshinto,Shinseito dan Shinto Sakigake.
Reformasi Pemilihan Umum Jepang
Pada tahun 1993 shugi-in kokkai meloloskan berbagai undang-undang untuk merealisasikan sistem pemilihan umum. Sistem yang baru ini memiliki tiga tujuan utama yaitu, mengurangi biaya kampanye dan kemungkinan terjadinya korupsi, menggantikan sistem pemilihan yang individu-sentris menjadi partai-sentris, dan juga untuk menciptakan alternatif baru di dalam sistem parlementarian Jepang. Metode pemilihan umum dirubah menjadi lebih terpusat kepada posisi partai politik.
Reformasi di dalam metode pencalonan di dalam pemilihan umum memang terjadi, namun tidak sepenuhnya reformasi ini terjadi. Dengan berbagai macam kompromi politik dengan banyak kekuatan-kekuatan partai politik, akhirnya sistem yang dipilih ialah memperkecil wilayah kandidat meskipun tetap bersifat individual (Single-member District atau SMD) dan menambahkan satu jenis pencalonan lagi yaitu perwakilan proporsional yang ditujukan untuk terbentuknya kelompok oposisi yang baik. Sistem ini disebut mixed member sistem yang meletakan kekuatan pencalonan untuk dipecah menjadi dua bentuk.
Sistem ini berhasil mengurangi dominasi Liberal Democratic Party ( LDP) dan memperkuat posisi oposisi di Jepang.
Ada pun Dampak reformasi sistem pemilihan umum ini mempengaruhi tingkatan anggota parlemen yang terpilih kembali. Meskipun dengan sistem 1955, tingkatan anggota parlemen yang terpilih kembali sudah tinggi dengan tingkatan 82%, setelah reformasi dilaksanakan tingkatan ini justru lebih meningkat. Dengan implikasi ini, pemerintahan koalisi pun semakin sering terjadi pasca-reformasi sistem pemilu 1993 bila dibandingkan sebelum 1993.
System kepartaian
Sejak di berlakukan konstitusi pada tahun 1947 ada tiga partai besar yang memenangkan pemilihan suara di pemilihan umum yaitu partai liberal(jiyuto)partai sosialis(shakaito)dan partai demokratis(minshuto)
KONSTITUSI MEIJI DAN KONSTITUSI 47
Konstitusi Meiji
Konstitusi Kekaisaran Jepang ( umumnya dikenal sebagai Konstitusi Meiji) adalah undang-undang Kekaisaran Jepang dari tahun 1889 hingga tahun 1947. Diberlakukan sebagai bagian dari Restorasi Meiji, undang-undang dasar ini mengizinkan adanya sebuah monarki konstitusional yang berdasarkan model Prusia yang menempatkan Kaisar Jepang sebagai penguasa aktif dan mempunyai kekuasaan politik yang besar, namun membagi hal ini dengan anggota parlemen yang dilantik. Berlakunya Restorasi Meiji yang mengembalikan kekuasaan politik langsung kepada kaisar untuk pertama kalinya setelah lebih dari seribu tahun, Jepang mengalami periode reformasi politik dan sosial serta proses westernisasi yang bertujuan untuk mengangkat derajat Jepang hingga sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia Barat. Konsekuensi langsung dari Konstitusi ini adalah dibukanya pemerintah parlementer pertama di Asia.
Konstitusi Meiji menetapkan batasan yang jelas antara kekuasaan badan eksekutif dan kekuasaan mutlak Kaisar. Ia juga menciptakan sebuah pengadilan yang independen. Namun terdapat ambiguitas pada kata-kata dalam naskahnya, dan di banyak tempat terdapat keterangan yang saling berkontradiksi. Para pemimpin pemerintah dan partai politik dengan demikian mengemban tugas untuk menafsirkan, apakah Konstitusi Meiji dapat digunakan untuk membenarkan kekuasaan otoriter atau pemerintahan yang liberal-demokratis. Pertarungan antara dua kecenderungan tersebutlah yang kemudian mendominasi pemerintahan Kekaisaran Jepang.
Konstitusi Meiji digunakan sebagai model untuk Konstitusi Ethiopia 1931, oleh intelektual Ethiopia Tekle Hawariat Tekle Mariyam. Inilah salah satu alasan mengapa kaum intelektual progresif Ethiopia yang terkait dengan Tekle Hawariat dikenal dengan sebutan "Japanizers".
Konstitusi Meiji diadopsi pada 11 Februari 1889 namun baru mulai diberlakukan pada 29 November 1890. Pada tahun 1947, seiring kekalahan Jepang dan dijajahnya Jepang pada akhir Perang Dunia II, Konstitusi Meiji digantikan sebuah dokumen baru yang disebut "Konstitusi Jepang", yang mencoba menggantikan sistem kekaisaran dengan sejenis demokrasi liberal ala Barat.
KONSTITUSI 47
Konstitusi Jepang (Shinjitai, Kyūjitai, Nihon-Koku Kenpō) adalah dokumen legal pendirian negara Jepang sejak tahun 1947. Konstitusi ini menetapkan pemerintahan berdasarkan sistem parlementer dan menjamin kepastian akan hak-hak dasar warga negara. Berdasarkan ketetapannya, Kaisar Jepang berperan sebagai "simbol Negara dan persatuan rakyat" dan menjalankan peran yang murni seremonial tanpa kedaulatan yang sesungguhnya. Dengan demikian, berbeda dengan raja atau ratu lainnya, Kaisar Jepang secara formal bukanlah kepala negara meskipun ia ditampilkan dan diperlakukan sebaimana layaknya seorang kepala negara. Konstitusi ini, yang disebut juga "Konstitusi Damai ( Heiwa-Kenpō?)," memiliki karakteristik utama dan terkenal karena tidak memberikan hak untuk memulai perang; yang terdapat pada Pasal 9, dan dalam penjelasan yang lebih ringkas pada ketetapan de jure kedaulatan rakyat yang berhubungan dengan peranan kekaisaran.
Konstitusi ini ditulis ketika Jepang berada di bawah pendudukan Sekutu seusai Perang Dunia II dan direncanakan untuk menggantikan sistem monarki absolut yang militeristik dengan suatu bentuk demokrasi liberal. Saat ini, dokumen konstitusi ini bersifat kaku dan belum ada amandemen yang ditambahkan sejak penetapannya.
Pasal 9 dalam konstitusi 47
Pasal 9 Konstitusi Jepang adalah suatu klausul dalam Konstitusi Nasional Jepang yang melarang dilakukannya perang oleh negara. Konstitusi ini mulai berlaku pada 3 Mei 1947, yaitu segera setelah selesainya Perang Dunia II. Dalam naskahnya, negara secara resmi menolak perang sebagai suatu hak kedaulatan dan melarang penyelesaian sengketa internasional melalui penggunaan kekuatan. Pasal tersebut juga menyatakan bahwa, untuk mencapai tujuan-tujuan ini, angkatan bersenjata dengan kesanggupan untuk berperang tidak akan dipertahankan
Pmelasal 9 ditambahkan ke dalam Konstitusi Jepang pada masa pendudukan Sekutu atas Jepang seusai Perang Dunia II. Sumber dari klausa pasifis tersebut masih diperdebatkan.
Menurut Panglima Tertinggi Sekutu Douglas MacArthur, ketentuan tersebut diusulkan oleh Perdana Menteri Kijūrō Shidehara, yang "menginginkannya untuk mencegah setiap bentuk kemiliteran bagi Jepang - dalam bentuk lembaga militer apapun". Pandangan Shidehara ialah bahwa menahan (retensi) persenjataan akan "tidak bermakna" bagi rakyat Jepang di era pasca perang. Hal tersebut karena setiap kondisi militer sesudah perang yang berada di bawah standar tidak akan mendapatkan penghargaan masyarakat, dan bahkan akan membuat masyarakat terobsesi pada tujuan untuk mempersenjatai kembali Jepang. Shidehara mengakui peranannya dalam memoarnya Lima Puluh Tahun Diplomasi (Gaikō Gojū-Nen) yang diterbitkan pada tahun 1951, di mana ia menceritakan bahwa ide tersebut datang padanya ketika sedang naik kereta api ke Tokyo. MacArthur sendiri membenarkan peranan Shidehara pada beberapa kesempatan.
Namun menurut beberapa interpretasi, Shidehara menyangkal telah akukan usulan itu, dan masuknya Pasal 9 tersebut terutama karena upaya para anggota Bagian Pemerintahan (Min-Sei-Kyoku) dari Panglima Tertinggi Kekuatan Sekutu (Rengō-Koku-Gun-Saikō-Shirei-Kan), khususnya Charles Kades, salah satu rekan dekat Douglas MacArthur. Pasal tersebut disetujui oleh Parlemen Jepang pada tanggal 3 November 1946. Kades menolak usulan kalimat yang melarang penggunaan kekuatan Jepang "untuk keamanan sendiri", karena ia percaya bahwa pertahanan diri adalah hak setiap bangsa.
Mengapa hanya 1% untuk pendanaan militer jepang ? karena masyarakat teroma jika militer dibangun kembali seperti dulu , yang nantinya jepang akan memiliki kekuatan militer yang kuat yang kemungkinan akan terjadinya perang lagi bagi jepang . lagi pula PASAL 9 Bercita-cita tulus untuk perdamaian internasional berdasarkan keadilan dan ketertiban, rakyat Jepang selamanya meninggalkan perang sebagai hak kedaulatan bangsa dan pengancaman atau penggunaan kekerasan sebagai cara menyelesaikan perselisihan internasional dan Untuk mencapai tujuan paragraf di atas, angkatan darat, laut, dan udara, serta potensi perang lainnya, tidak akan dipertahankan. Hak negara untuk menyatakan perang tidak akan diakui. Selain karena masyarakatnya ada pula faktor amerika yang menyuruh jepang untuk memberikan pendanaan pada militernya hanya boleh 1% saja . tetapi jepang tidak perlu khawatir karena nantinya amerika serikat akan membantu untuk melindungi jepang dengan memberikan bantuan pasukan dan militer amerika untuk membantu melindungi jepang, jadi jepang tidak perlu khawatir lagi dengan keamanan negaranya.
0 komentar:
Post a Comment