.

.
Home » » Analisis Elit : M. Rizal Ramdani

Analisis Elit : M. Rizal Ramdani

Analisis Kelas Elit Politik Brunei Darussalam

M.Rizal.Ramdani - 1302045246

Sistem Politik dan Pemerintahan

Brunei Darussalam terletak di bagian utara Pulau Kalimantan dan berbatasan langsung dengan Malaysia, dengan ibu kotanya Bandar Seri Begawan, yang merupakan kota terbesar di negara ini. Brunei terkenal sebagai negara yang bernuansa islami. Hal ini terlihat dari dijadikannya Istana Nurul Iman sebagai ikon negara brunei. Perkembangan islam yang pesat di Brunei diawali pada masa kepemimpinan Sultan Syarif Ali ke-3 Brunei kemudian menurunkan sultan-sultan lain di wilayah Sambas dan Sulu.
Jalur perdagangan juga merupakan sarana penyebaran islam yang efektif di Brunei setelah jatuhnya Kerajaan Malaka oleh Portugis. Hingga saat ini, mayoritas penduduk Brunei menganut agama Islam dan beretnis melayu.

Sistem pemerintahan Brunei menggunakan sistem kesultanan konstitusional atau Monarki Islam Melayu. Terdapat tiga komponen utama dalam pemerintahan Brunei, yaitu budaya Melayu, agama Islam dan kerangka politik Monarki. Ketiga komponen tersebut tergabung dalam konsep “Melayu Islam Beraja” (MIB) (Brunei Press, 2014). Sultan Brunei yang berkuasa saat ini adalah Sultan Hassanul Bolkiah yang memerintah sejak 5 Oktober 1967 dan mereprensentasikan kepala negara (Yang Di-Pertuan Agong), kepala pemerintahan,pemimpin keagamaan, sekaligus Menteri Pertahanan dan Menteri Keuangan. Pengaruh kesultanan di Brunei bermula antara abad ke-15 dan abad ke-17 ketika dikuasainya wilayah barat laut Kalimantan dan bagian selatan Filipina (CIA,2014b). Pada masa tersebut, negara-negara Eropa juga melakukan ekspansi wilayah hingga ke Asia Tenggara. Salah satu negara Eropa,Inggris,kemudian memasuki Brunei dan resmi menjadikannya sebagai wilayah protektorat Inggris pada tahun 1888. Brunei meraih kemerdekaannya pada tahun 1984 dan mengalami pembaharuan politik pada tahun 2004.
Perubahan politik Brunei yang terjadi tahun 2004, melahirkan pemberlakuan kembali 29 anggota Dewan legislatif oleh Sultan, setelah dibekukan pada tahun 1984. Selain Dewan Legislatif, terdapat juga Dewan Keagamaan (Religious Council), Dewan Konstitusional (Privy Council) dan Dewan Pengganti (Council of Succession). Dalam hal penegakan hukum, pada awalnya, Brunei menggunakan penggabungan antara hukum kebiasaan Inggris dan hukum Islam.

Penerapan hukum kebiasaan Inggris (English  Common Law) tersebut berhubungan dengan Komite Yudisial yang ada di London yang berwenang pada peninjauan kembali hukum kasus sipil Brunei, sedangkan penerapan hukum syariat (syaria law) berada dibawah naungan kekuasaan monarki Brunei. Pemberlakuan hukum sekuler dan hukum syariat dalam pengadilan tinggi Brunei mencerminkan adanya ketergantungan antara Brunei dengan Inggris, sebagai negara eks-kolonialnya Partai Politik juga tidak memberikan pengaruh yang berarti dalam sistem politik di Brunei, karena hanya ada satu Partai Politik Brunei yang diakui secara legal, yaitu Brunei Solidarity National Party (PPKB). Pada tahun 2013, Sultan Brunei memperkenalkan undang-undang berdasarkan syariat Islam, yang direncanakan akan mulai diberlakukan pada tahun 2014.
  
Setelah memperoleh kemerdekaannya pada tahun 1984, Brunei dihadapkan pada tugas yang luar biasa sulit untuk membentuk institusi pemerintahan. Sultan memiliki kekuasaan mutlak, tapi pada saat yang sama ia  memahami pentingnya pengembangan institusi profesional milik pemerintah yang akan membantu dirinya dalam memenuhi kebutuhan untuk memerintah suatu negara modern. Suatu bentuk pemerintahan kabinet diumumkan pada tahun 1984. Tetapi, di dalam kabinet tersebut,sang sultan masih memiliki kekuasaan yang luar biasa. Ia berfungsi sebagai perdana menteri, menteri keuangan,dan menteri dalam negeri pada ssat yang bersamaan.
Untuk meringankan masalah “Dilemma Raja” sang sultan memperkerjakan golongan elit baru berpendidikan tinggi di dalam pemerintahan yang ia bentuk dengan tujuan untuk mengurangi ketidakpuasaan diantara beragam kelompok sosial yang baru muncul. Dengan menjalin persekutuan dengan elit-elit baru ini, sang sultan juga berhasil mengurangi ketergantungannya pada keluarga kerajaan dan golongan elit tradisional. Para teknorat dan golongan elit berpendidikan tinggi diberikan posisi yang penting di dalam pemerintahan yang dibentuk oleh sang sultan, Putra sang sultan, Pangeran haji Al-Muhtadee Billah, diangkat sebagai putra mahkota pada tahun 1998 dan dipromosikan sebagai menteri senior pada tahun 2005. Selama dekade terakhir, ia telah diberi peran yang lebih penting lagi, kadang-kadang mewakili sang sultan, menghadiri acara publik dan menyambut tamu-tamu penting dari negara asing untuk menjamin terjadinya transisi kekuasaan yang berjalan mulus. Semenjak kemerdekaan, jarang sekali ada upaya untuk memperkenalkan perwakilan pemerintah dengan posisi penting, dan kekuasaan tersentralisasi pada sang sultan dan kerabat dekatnya.

0 komentar:

Post a Comment