.

.

Resume Buku Teori Perbandingan Politik oleh Ronald H. Chilcote (BAB VIII)

TUGAS TEORI PERBANDINGAN POLITIK
RESUME BAB 8

TEORI-TEORI KELAS : DARI ELITE PLURALIS KE KELAS PENGUASA DAN MASSA

DISUSUN OLEH :
ERICK DONALD YACOB (1302045208)
MAULANA YUSUF (1302045
RYAN PAMUNGKAS (1302045242)
TRI CHANDRA SEPTIAN (1302045233)
S. JESSICA DEBORAH (1302045206)
VENIATI SARLINA (1302045193)








Terminoligi seperti elit kekuatan, struktur kekuatan, sirkulasi elit, elit penguasa, kelas pemerintah, dan kelas penguasa berlaku luas dalam literature kelas sosial. Seperti pemikiran kedua filsuf yang memiliki prespektif berbeda yaaitu Marx dan Weber. 
Dari Marx sendiri ia memakai prespektif kelas dalam penggambarannya dan secara umum ia merujuk 3 kelas besar yaitu,
1. Pemilik tanah
2. Kapitalis industry
3. Pekerja.
Dan terdapat juga kaum borjuis yaaitu kelas penguasa dan kaum buruh.
Sedangkan menurut Weber berpendapat bahwa kelompok-kelompok status maupun kelas-kelas yang mempengaruhi control komunitas, dan kelompok itu ditemukan dalam kelas ekonomi, terstrata, dan terperingkat secara hirarki menurut keinginan pasar yang mencerminkan keragaman, kepentingan dan preferensi. Jadi weber memandang kelas adalah sesuatu yang ideal.
 Jadi setidaknya terdapat 5 aliran kelompok ahli yang sedang dirumuskan yaitu: 
Pluralisme
Instrumentalisme
Strukturalisme
Kritikalisme
Statisme

PLURALISME
Pluralisme adalah suatu klasifikasi kelas yang berpegangan bahwa demokrasi didalilkan pada keragaman kepentingan dan penyebaran kekuasaan dan teorinya pun berkembang melalui ekonomi dan politik liberal.
PLURALISME DAN TEORI DEMOKRASI ELITIS
Inti dari pemikiran ini adalah bahwa setiap masyarakat, suatu minoritas membuat keputusan-keputusan besar , yang bermula dari pemikiran plato namun berkembang melalui beberapa tokoh yaitu:
Pareto (1996) yaitu menekankan kepada perbedaan antara elit dan non elit dan menurunkannya pada kekuatan ekonomi dan kemampuan berorganisasi. Dan terbagi atas dua strata yaitu elit pemerintah & nonelit.
S.E. Finer & T.B. bottomore  mereka berdua mengakui pengaruh teori elit pareto. Tapi menurut mereka pareto tidak menghubungkan elit dengan kelas sosial ekonomi.
Mosca sedikit berbeda ia tidak menekankan pengertian elit dalam tulisannya tapi sebaliknya ia lebih menyukai pengertian-pengertian kelas politik, kelas penguasa dan kelas pemerintah. Dan konsepnya yang pertama itu adalah kelas elit lebih sedikit dibandingkan dengan kelas terpimpin dan yang kedua kelas penguasa dapat di pengaruhi oleh kelas nonelit jika dirasa kurang berpihak kepada nonelit, dan yang ketiga adalah pemerintah tidak dapat dapat berkuasa tanpa adanya dukungan massa non elit.
PLURALISME DAN POLIARKI
Inti dari pemikiran ini adalah struktur kekuasaannya yang terbagi-bagi, dan bukan terorganisasi dalam satu pola hirarki jadi seperti negara amerika. Dan peluang dalam kemerdekaan pemikiran, consensus, dan perbedaan pendapat dan partisipasi politik serta kepercayaan dan loyalitas terhadap pemerintahan yang konstitusional dan demkratis yang memiliki tiga konsep dasar yaitu adanya kepentingan, kekuasaan, dan konflik.
PLURALISME DAN SOSIALISME
Pluralism terbagi atas pluralism organisasional dan konfliktif dan tidak lagi selalu tentang kaum borjuis barat, menurut Dahl pluralism organisasional menyiratkan peningkatan etonomi terhadap peningkatan jumlah organisasi. Pluralism konfliktif itu seperti melihat adanya pola-pola belahan yang harus diperhatikan dan di perhitungkan dalam mencirikan konflik-konflik yang timbul dari sekumpulan orang-orang tertentu dan sedangkan sosialisme merupakan pergesaran dari kapitalisme yang tidak perlu menghasilkan tidak perlu menghasilkan sedikit pluralism organisasional karena hal itu tidak bergantung dari negara itu menganut kapitalisme atau sosialis tapi bergantung dari keputusan serta otonomi yang di perbolehkan bagi badan usaha.



INSTRUMENTALISME
Instrumentalisme berasumsi bahwa Negara di control oleh dan melayani kepentingan-kepentingan kelas kapitalis.Intikarya C. Wright Mills dan karya G. William domhoff, dimana keduanya memperluas teori struktur kekuasaan.Menurut miliband, kelas penguasa kapitalis menjalankan kekuasaan dengan menggunakan Negara sebagai instrumentnya untuk mendominasi masyarakat.Pandangannya ditarik dari communist manifesto di mana marx dan engel menegaskan bahwa “Negara modern tidak lain adalah sebuah komite yang mengelola urusan-urusan umum di seluruh kaum borjuis.

WARISAN STRUKTUR KEKUASAAN DALAM KOMUNITAS
Nelson polsby (1963: 8-11) menyinggung beberapa penegasan penting studi-studi kekuasaan di Amerika Serikat.Tangga strata biasanya di bayangkan dengan sebuah kelas atas di puncak yang memerintah komunitas local.Kelas ini dapat diidentifikasi lewat kriteria seperti pendapatan, pekerjaan, tempat tinggal, dan pola konsumsi.Kelas atas memiliki kekusaan yang lebih besar ketimbang para pemimpin politik dan tokoh masyarakat.Kelas atas ini memerintah demi kepentingannya sendiri, dan dominasi dan posisinya memastikan keterpisahannya dari kelas-kelas yang lebih rendah dari sebuah komunitas pemisahan ini membawa pada konfliksosial.
Di antara studi-studi komunitas yang menerapkan teori stratifikasi, studi di Middletown ataumucie, Indiana, tetap bersifat klasik.Dilakukan pertama kali oleh Robert dan Helen lynd, pertama di pertengahan tahun 1920-an dan sekali lagi satu decade berikutnya, studi Middletown mengidentifikasi “kelasbisnis,” yang ternyata di control satu keluarga dan dominan di setiap lingkup kegiatan komunitas. Di tahun 1940-an dan 1950-an William Lloyd warner dan rekan-rekannya menerbitkan lima studiyankee city atau Newburyport, Massachusetts, di mana perhatian di arahkan pada posisi dan status kelas. Studi-studi ini mendemonstrasikan dominasi kelas-kelas atas, meskipun konflik antar kelas-kelas atas dan yang lebih bawah terkadang terjadi. Warner juga mempelajari morris, sebuah kota kecil di Illinois utara, selama akhir tahun 1930-an dan awal 1940-an.Awal tahun 1950-an F floyd hunter memanfaatkan panel-panel kelompok orang yang memahami kehidupan komunitas untuk mengidentifikasi para pengambil keputusan di Regional City atau Atlanta, Georgia. Pendekatan reputasional ini di lakukan untuk menggambarkan struktur kekuasaan komunitas.
STRUKTUR KEKUASAAN DAN INSTRUMENTALISME MILS DAN DOMHOFF
C Wright Mills dan F floyd Hunter berfokus pada mekanisme yang mengikat kepentingan kelas dan G. William Domhoff memperluas karya mereka dengan di konsentrasikan untuk menunjukkan koneksi-koneksi social antara individu-individu yang menduduki posisi kekuasaan.
Karya Mills The Power Elite (1956) memberikan satu analisis umum tentang elite di amerika serikat. Hunter dalam Top leadership USA (1959) memperluas risetnya tentang struktur komunitas ke seluruh amerika serikat dan memanfaatkan riset empiris dengan beberapa landasan teoritis untuk menunjukkan tesisnya tentang dominasi elite penguasa.
Mili band telah merangkum isi tesis mills: “bahwa di amerika serikat beberapa orang yang memiliki kekuasaan luar biasa telah menghilangkan kesempatan orang lain; bahwa orang-orang ini semakin menjadi elite yang mengekalkan dirinya sendiri; bahwa kekuasaan mereka semakin tidak terkontrol dan tidak bertanggung jawab; dan bahwa pengambilan keputusan mereka, semakin di dasarkan pada definisi kenyataan pihak militer dan realism konyol yang di orientasikan pada tujuan-tujuan tak bermoral.
Kritikter hadap teori struktur kekuasaan mills menyertakan perspektif-perspektif liberal maupun radikal meluncurkan sebuah serangan kepada metode-metode mills dengan menyarankan sejumlah tes atas tesis mills.
Domhoff berangkat dari kritik ini dan membenarkan bahwa dalam kenyataannya posisi mills sendiri merentang di antara posisi liberal dan radikal para pengkritiknya. Secara empiris ia mengaitkan anggota-anggota kelas atas dengan control ekonomi perusahaan sehingga membenarkan gagasan bahwa kehidupan amerika serikat di dominasi oleh elite perusahaan yang relative bersatu ketimbang oleh suatu  “manajerial”. Ia menunjukkan adanya kesatuan diantara beragam elite kekuasaan. Orang-orang yang menjalankan dunia perusahaan terlibat dalam yayasan-yayasan, partai-partai politik, dana sosiasi-asosiasi sipil.Domhoff percaya bahwa konsep elite kekuasan adalah sebuah jembatan antara posisi-posisi pluralis dan radikal. Ia melihat elite kekuasaan sebagai perluasan konsep kelas penguasa.
INSTRUMENTALISME MARXIS : MILIBAND
Karya mili band The State in Capitalist Society (1968) berakar secara kuat dalam instrumentalismenya. Karya ini menyerang teori pluralis dan berkontribusi pada teori marxis tentang Negara dan kelas dibawah kapitalisme. Negara dipahami dalam pengertian penggunaan instrument kekuasaan oleh orang-orang yang berada pada posisi-posisi penting. Mili band tidak pernah beranjak dari pandangan bahwa dalam masyarakat kapitalis, Negara berada di atas seluruh instrument pemaksaan kelas penguasa, ia sendiri didefinisikan dalam pengertian kepemilikan dan kontrolnya atas cara-cara produksi” (mili band 1969:5). Kelas penguasa masyarakat kapitalis dengan demikian memegang kendali kekuasaan ekonomi dan menggunakan Negara sebagai instrumennya untuk mendominasi masyarakat. Mili band mencatat dua kelas di bawah kapitalisme kelas yang memiliki dan mengontrol serta kelas yang bekerja. Di antara kelas-kelas “kutub” ini orang dapat menemukan dua elemen “kelas menengah” yang satu terdiri dari golongan professional dan yang lain berupa para pelaku bisnis dan para petani yang memiliki usaha kecil-menengah. Sebagai tambahan, terdapat massa professional yang menjalankan Negara.
TINJAUAN KRITIS TERHADAP TEORI INSTUMENTALIS
Pengertian elite penguasa, sirkulasi elite, elite kekuasaan, kelas atas, kelas pemerintah, dan kelas penguasa tidak selalu dibedakan dalam studi-studi kekuasaan dan struktur komunitas. Pengertian-pengertian tersebut dipergunakan secara abstrak dan terisolasi dari tingkat-tingkat kelas sosio ekonomi lainnya. Focus kelas berdimensi satu ini menghasilkan perspektif-perspektif yang statis dan terkadang tidak signifikan.
Inti teori marxis adalah dinamisme kelas. Marx merujuk kelas dalam pengertian popular dan formal. Di satu sisi, kelas social berbagi ciri tertentu yang berhubungan dengan misalnya pendapatan, sehingga sering kali marx menulis kelas pemilik uang atau industry; terkadang ia menyebutnya kelas-kelas ideology, kelas-kelas tak berproduktif, kelas-kelas tak berpendidikan, dan sebagainya. Di sisi lain, marx menunjukkan bahwa secara historis pembedaan kelas-kelas terjadi lewat perkembangan kekuatan-kekuatan produksi dan penciptaan surplus produk yang jauh melebihi kebutuhan-kebutuhan para produsen atau pekerja langsungnya. Dalam lingkup ini muncul dua kelas dasarnya itu kelas penguasa dan kelas pekerja dan kelas-kelas ini digambarkan dalam pengertian hubungan-hubungan produksi. Mode produksi terstruktur semacam ini perlu di jelaskan, bagaimana pun juga bahwa orang tidak dapat menentukan mode produksi lewat kelas-kelas sebuah masyarakat tertentu.
STRUKTURALISME
Teori-teori strukturalisme dan struktur kekuasaan secara substansial berbeda. Bukanya menjadi subyek manipulasi borjuis penguasa di bawah kapitalisme, Negara mungkin beroperasi dalam cara yang ditentukan oleh perkembangan kapitalisme sendiri. Nicos poulantzas (1969), misalnya, berpendapat bahwa parsitipasi lansung para anggota kelas penguasa tidak perlu menentukan tindakan tindakan Negara. Bahkan, ia memberitahuka bahwa Negara kapitalis hanya dapat melayani kepentingan kepentingan kapitalis dengan baik hanya jika para anggota kelas ini tidak berpartisipasi menjadi aparat Negara (1969:74)
Para strukturalis politik seperti althusser dan poulantzas berfokus pada mekanisme-mekanisme penindasan dan idiologi Negara serta cara mereka menyediakan suatu struktur tertata bagi kapitalisme.

STRUKTURALISME DALAM MARX DAN LEVI-STRAUSS
Bagi marx, sebagaimana claude levi-strauss, struktur, hendaknya tidak dirancukan dengan hubungan hubungan sosial yang kasat mata, namun merupakan tingkat kenyataan yang tidak kasat mata namun hadir dibelakang hubungan hubungan sosial yang kasat mata.logika hal yang belakangan tersebut, dan hukum hukum praktek sosial yang lebih umum, bergantung pada cara  berfungsinya struktur-struktur tersembunya ini, dan penemuan mereka akan memungkinkan kita memperhitungkan seluruh fakta teramati (1973: 336)
Jonathan friedman (1974) menganalisis kemiripan pemikiran marx dan levi-strauss serta berkesimpulan bahwa meskipun karya levi-strauss seperti les structures elementaires de la parente dan karya marx seperti capital adalah berbeda, keduanya mencoba menjelaskan kenyataan dalam pengertian apa yang dipandang sebagai hubungan-hubungan mendasar yang fundamental (1974: 453).



STRUKTURALISME POLITIK: GRAMSCI, ALTHUSSER, DAN POULANTZAS
Gramsci cenderung memanfaatkan kategori-kategori analisi, misalnya, dalam membedakan Negara dengan masyarakat sipil, sebagaimana hegel dan marx dalam karya awalnya. Meski demikian, konsepsi Negara Gramsci bermacam-macam. Krisis-ksrisis terjadi dalam hegemoni kelas penguasa karena ia gagal dalam beberapa langkah politik dan massa menjadi tidak puas serta secara akhtif melakuakan penentangan. Krisis hegemoni semacam ini adalah sebuah krisis kewenangan atau krisis Negara. Dalam kondisi kondisi seperti ini kelas penguasa dapat mngambil alih control dan mempertahankan kekuasaan lewat penghancuran para penentangnya. Gramsci menguji kegiatan ini dalam pengertian pengalaman-pengalaman italia dan Negara-negara lain di eropa. Ia tampaknya sepakat dengan posisi strukturalis bahwa kegiatan-kegiatan Negara ditentukan oleh struktur masyarakat ketimbang oleh orang-orang yang berposisi memegang kekuasaan Negara.
Mark poster (1974) memberikan sebuah rangkuman sempurna gagasan-gagasan althusser. Ia mencirikan strukturalisme althusser sebagai satu pelarian dari idiologi menuju ilmu dan marxisme yang secara teoritis lebih canggih, yang dapat menganalisis beragam segmen masyarakat tanpa mengurangi kesemuanya bagi ekonomi (1971: 397)
Dalam esainya tentang idiologi dan negara, althusser menseketsa pemaparan marx tentang struktur setiap maysarat dalam pengertian tingkat-tingkat: infrastruk atau basis ekonomi yang terdiri dari kekuatan-kekuatan dan hubungan-hubungan produksi, di satu sisi, dan suprastruktur yang terdiri dari aspek-aspek politik-legal dan idiologi, di sisi lain. Althusser merujuk pemaparan ini sebagai metafora, yaitu, tetap bersifat deskriptif, sehingga ia pun mengajukan perumusan berbeda. Dengan mengikuti Marx ia memandang negara sebagai sebuah aparat-aparat penindas yang memungkinkan kelas-kelas penguasa mendominasi dan mengekploitasi kelas pekerja. Negara selanjutnya adalah kekuatan penindasan dan intervensi yang melindungi kaum borjuis dan para sekutunya dalam perjuangan kelas melawan kaum proletar. Tujuan perjuangan kelas menyangkut kekuasaan negara, dimana kaum proletar harus merebut kekuasaan negara, menghancurkan aparat-aparat negara borjuis, menggantikannya dengan aparat-aparat negara proletar, dan kemudian pada akhirnya menghancurkan negara itu sendeiri
Althusser dengan demikian membedakan kekuasaan negara dengan penindas negara, dan ia mengindetifikasi elemen-elemen struktural aparat negara ini. Berkaitan dengan aparat penindas negara ini, ia menyinggung adanya prularitas aparat idelogi negara, yang bagi pengamat akan tampak sebagai institusi-institusi tersendiri dan terspesialisasi, termasuk sistem religius gereja, sekolah, keluarga, partai politik, serikat dagang, komunikasi dan kegiatan budaya. Fungsi-fungsi yang pertama didominasi oleh idiologi; yang berikutnya, oleh kekerasan.
Dalam sebuah masyarakat kapitalis yang telah matang, kaum borjuis penguasa telah menempatkan aparat pendidikan idiologi dalam posisi dominan. Apa yang mengendap-endap di belakang samaran demokrasi ini adalah aparat pendidikan yang kuat dan merasuk. 
Penekanan setruktur Athusser telah memancing tuduhan diantara para pengkritik bahwa ia adalah seorang posotivis.
Giardin menilai teori marx tentang negara dan peran kelas-kelas dominan. Secara khusus ia berselisih dengan althusser menyangkut sejumlah pijakan. Pertama, Althusser membedakan konsepsi negara dengan perjuangan kelas . metodologinya tidak dapat menemukan ulag dunia nyata perjuangan kelas ... dalam dunia beku suprastruktur-suprastruktur yang disistematisasi Althusser, kontradiksi tidak dapat muncul karena ketidak tentuan yang timbul selalu merupakan kejadian terakhir yang dikontrol dari kejauhan oleh setruktur ekonomi dominan 1974: 197). Kedua, konsepsi birokrasi hubungan-hubungan sosial Althusser ... lebih dekat dengan weberian dari pada marxis. Kekerasan dikaburkan oleh aparat naegara, yang mengatur hubungan-hubungan sosial. Negara harus diambil alih kelas pekerja melalui cara-cara pemilihan umum yang legal, sebuah posisi yang disebut girardin reformasi dan sebuah pandangan borjuis terhadap politik kelas pekerja (196-197) 
Dalam political power and sicial classes, poulantazs memberikan sebuah teori yang berhubungan dengan funsi-fungsi negara kapitalis dan dampak negara terhadap kelas-kelas kapitalis dan pekerja. Fungsi-fungsi negara dalam cara tertentu adalah memproduksi masyarakat kapitalis secara utuh. Negara memelihara kohesi dan kesetimbangan atas nama kepentingan-kepentingan politik kelas dominan. Negara mencirikan seluruh hubungan-hubungan sosial sebagai penuh persaingan sehingga para pekerja dan para pemilik kapitalis tampak bebas dan setara, yang mengisolasiakan mereka sebagai individu-individu dan mengaburkan pembagian mereka kedalam kelas-kelas. Kedua negara berupaya menampilkan dirinya atas nama kesatuan massa individu terisolasi, seolah-olah perjuangan kelas-kelas tidak pernah ada. Ketiga fungsi-fungsi negara memperbolehkan kelas-kelas mengorganisasikan partai-partai mereka sendiri, memungkinkan mereka mendorong kontradisi internal dan fraksionalisasi, menghasilkan perjuangan dalam kelas pekerja dan perpecahan dalam kaum borjuis sehingga tidak dapat memunculkan dominasi hegemoni sebagai kelas yang bersatu. Ini menunjukan bahwa negara bukanlah sekedar instrumen kelas-kelas yang mendominasi. Sebaliknya negara lewat otonomi relatifnya dapat memastikan stabilitas kepentingan-kepentingan kelas-kelas kapitalis yang mendominasi. Setruktur negara berdiri diatas kepentingan-kepentingan khusus kapitalis-kapitalis individual dan fraksi-fraksi kelas kapaitalis.
Pertama, kelas-kelas didifinisikan dalam pengertian praktek-praktek kelas, sebagaimana tercermin dalam hubungan-hubungan sosial yang antagonistik pembagian tenaga kerja, dan perjuangan kelas. 
Amy bridges (1974) berpendapat bahwa poulantazs bersikap antimaterialis, antihumanis, ahistoris, dan deskriptif dalam pandangan tentang negara berstruktur ganda, yaitu bersifat kohesif dan bertransformasi (178: 181). 

STRUKTURALISME EKONOMI: SWEEZY DAN BARAN SERTA O’CONNOR
Dalam the theory if capitalist development (1972) Paul sweezy membedakan antara teori mediasi kelas dan teori dominasi kelas. Para teoritis Marxis menggunakan konsepsi dominasi-kelas dalam negara. Dalam pandangan ini, negara adalah instrumen ekonomi dalam kapitalisme. 
Presepsi negara yang merespon kontradiksi-kontradisi ekonomi ini juga mencerminkan suatu pandangan strukturalisme ekonomi. Dalam monopoli capital (1966), sweezy dan baran memadukan analisis instrumentalis dan strukturalis. 
Baran dan Sweezy berfokus pada bagaimana negara memfasilitasi proses penyerapan surplus. Negara bertindak untuk mencegah krisis-krisis kapitalisme monopoli, lewat penjaminan penyerapan surplus. O’Connor tidak melihat negara semata-mata instrumen kelas penguasa atau bahkan segmen-segmen tertentu kelas tersebut.  Negara membentuk kondisi-kondisi kapitalisme monopoli dan kompetitif.

ANALISIS KELAS SISTEM DUNIA MODERN: WALLERSTEIN
Yang dalam cara-cara tertentu berhubungan dengan strukturalisme adalah karya immanuel Wallersttein (1975) tentang kelas dalam ekonomi dunia kapitalis. Argumenya mengalir sebagai berikut. Kelas adalah konsep yang secara historis berkaitan dengan ekonomi dunia kapitalis atau sistem dunia modern. Sistem dunia ini terdiri dari tiga elemen dasar: satu pasar tunggal, serangkaian setruktur negara atau bangsa-bangsa yang mempengaruhi bekerjanya pasar, dan tiga tingkat proses eksploitasi (pusat, semi batas luar) yang terlibat dalam perampasan surplus pekerja. Mereka yang ada diatas mencoba memastikan keberadaan tiga tingkat agar dapat menjaga keistimewaan mereka secara lebih baik, sementara mereka yang di bawah sebalikanya mencoba menguranginya dari tiga menjadi dua lebih baik lagi jika bisa menghancurkan keistimewaan tadi.
Wallerstein juga mencoba bergerak melebihi konsepsi kelas dalam negara-negara, sehingga terlepas dari beberapa masalah dalam analisis kelas kapitalisme internal, seperti yang didesakkan sosiolog politik Meksiko Pablo Gonzales Cassanova, atau perhatian kepada kaum borjuis nasional yang diketemukan dalam tulisan-tulisan pengikut marxis maupun non-marxis.

Poulantzas berpendapat bahwa kaum borjuis kecil yang terdiri dari para karyawan kerah-putih, teknisi, dan pegawai negri telah muncul ketika kaum borjuis kecil tradisional yang terdiri dari para pedagang dan pemilik toko kecil mulai menurun.
Wright menyerang pembedaan antara tenaga kerja produktif dan tidak produktif ini dan lebih jauh berpendapat bahwa penggunaan kriteria politik dan idiologi poulantzas menggerogoti keutamaan hubungan-hubungan ekonomi dalam menentukan posisi kelas.
Dale johnson (1978) berkesimpulan bahwa setrukturalisme sangat memiliki kekurangan dalam pengartian pijakan sejarah dan konsepsi dialektika (41). Akhirnya, ia menuduh setrukturalisme atas formalisme atau fungsionalisme statisnya dimana konsep reproduksi marxis ditransformasikan kedalam suatu yang mirip dengan gagasan pemeliharaan sistem parsonian (43).
Hopkins percaya bahwa dengan evolusi sistem dunia ini telah terbentuk suatu kelas kapitalis dunia terorganisasi yang berbeda dengan persekutuan di antara kaum borjuis nasional.
Teori Wallerstein yang imajenatif namun pilih-pilih ini dikritik secara luas karena perhatianya kepada pasar ketimbang pada produksi sebagai basis analisis hubungan-hubungan kelas didunia kapitalis kontenporer. Perhatianya terhadap struktur melampaui batas-batas nasional negara dan mencoba mengeksplorasi akar-akar ekonomi kapitalis dunia.
Pembaca bagaimanapun juga, akan menemukan perbedaan-perbedaan signifikan, secara teoritis maupun metodologis, di antara Wallerstein dan para strukturalis lainya seperti Althusser dan Poulantazs. 

PANDANGAN – PANDANGAN KRITIS TERHADAP TEORI STRUKTURALIS
Esping-Andersen Friedland, dan Wright (1976) menyesalkan kurangnya teori ini untuk mengikatkan input-input dan hambatan-hambatan politik dengan output-output yang berupa kegiatan negara; teori strukturalis maupun instrumentalis tidak memecahkan masalah ini (1976: 189). John Mollenkopf percaya bahwa kaum strukturalis telah memberikan politik berguna terhadap instrumentalisme, yang dicontohkan lewat studi-studi struktur kekuasan. Ia menganggap motif-motif negara seutuhya hanya bersifat ekonomi, bukanya politik, dalam menghadapi pristiwa susbstansial yang terjadi tidak seperti yang diharapkan. Ia juga memproyeksikan ketakterhindaran (inevitability) ekonomistik krisis-krisis yang diperkirakan tidak dapat diredakan oleh politik, namun entah bagaimana bisa.
Penekeanan pada aspek-aspek plitik strukturalisme ini membawa pada apa yang disebut milibad abstraksi onisme dan superdeterminasi strukturalis. Negara menjadi sebuah wahana politik/ideologi tersebar luas yang dilucuti lokasi institusionalnya, batas-batas kasat matanya, atau bahkan perjuangan politiknya (Mollenkopf 1975: 256). Ia juga memperbolehkan pembedaan-pembedaan kelas dengan kelompok-kelompok kepentingan, meskipun Mollenkopf mendukung suatu teori aksi politik kelas yang akan menjelaskan tujuan-tujuan dan aksi-aksi kapitalisme tahap lanjut. Akhirnya, amy beth bridges (1974) menggabungkan pertimbangan-pertimbangan dari banyak pengeritik Amerika Serikat.

KRITIKALISME : IDEOLOGI DAN KESADARAN
Aliran kritis ditarik dari awal Karl Marx yang menyerang Hegel. Kritik Marx terhadap gagasa-gagasan Hegel memberikan orientasi “kritis” aliran ini. Hegel membedakan institusi-institusi negara dengan institusi-institusi masyarakat sipil atau pribadi (keluarga, misalnya) namun menunjukkan bahwa pemisahan antara keduanya dapat diatasi, satu pernyataan keliru menurut Marx. Marx percaya bahwa negara terpisah dari masyarakat sipil dan organisasi borjuis mengadopsinya demi perlindungan properti dan kepentingan-kepentingannya, ia merasa berhutang budi kepada Hegel atas perhatian terhadap teori politik negara, atas perluasan metode dialektika, dan terakir, atas pencarian makna dalam konsep kebebasan dan pengungkapan kesadaran manusia. Dengan alasan inilah pemikiran kritis seringkali dirujuk sebagai berasal dari tradisi Hegelian-Marxis. 
Selanjutnya apakah jalur-jalur pemikiran utama dalam tradisi Hegelian-Marxis ini? Marx menyingkap makna kesadaran dalam Economic and Philosophical Manuscripts of 1844 lewat analisisnya tentang pengucilan pekerja. Bagi pekerja, pekerjaan bersifat eksternal, yang dengan demikian tidak mampu memuaskan dirinya sendiri dan merasa menderita, lelah secara fisik dan terdepresi secara mental. Sifat asing pekerjaan ditunjukkan oleh fakta bahwa pekerja berproduksi bagi orang lain, bukan bagi dirinya sendiri. Georg Lucacs dalam Hisitory and Class Consciousness, yang pertama kalinya diterbitkan tahun 1923, memberikan karya tentang kesadaran kelas yang memancing pengembangan lanjutannya.
Dala kata pengantar studinya edisi tahun 1967, Lucacs memberikan suatu penilaian diri. Pengaruh Hegel, bersama-sama dengan idealisme dan utopianisme, mencirikan pemikiran awalnya, dan meskipun ia tabah dalam melawan arus-arus demokrasi sosial dan oportunistik di awal tahun 1920-an, Lucacs mengakui bahwa karyanya cencerung memandang Marx secara eksklusif sebagai teori tentang masyarakat dan bukannya teori tentang alam. Lucacs sangat menyesalkan bahwa karyanya menempatkan konsep totalitas berada di pusat, dengan demikian mengesampingkan arti penting ekonomi. Inilah “distorsi” Hegelian yang bagaimanapun juga membantunya melawan upaya-upaya revisionis untuk membentuk Marsisme menjadi ilmu. Penyegaran kembali tradisi Hegelian juga memancing minat filosofi borjuis. Lucien Goldmann (1977) dalam membandingkan pemikiran Lucacs dengan Martin Heidegger meneguhkan Lucacs sebagai tokoh yang mewakili pemutusan hubungan dengan positivisme dan pengaruh Kantian yang menonjol selama paruh kedua abad kesembilanbelas hingga tahun 1920. 
Pemikiran Lucacs mempengaruhi para filsuf aliran Frankfrut (Slater 1977), yang pada gilirannya membangkitkan dampak terhadap beberapa pemimpin awal Austro-Marxisme (Bottommore 1978). Dari Lucacs timbul banyak jalur pemikiran. Aliran Frankfrut meneruskan perjuangan melawan positivisme. Michael Harrington dalam The Twilight of Capitalism (1976) mengidentifikasi dua kecenderungan selama Perang Dunia Kedua yang menentang cita-cita “ilmiah” nazisme Hitler. Keprihatinan para teorisi kritis atas positivisme menggerakkan sebuah perdebatan sejak tahun 1961 dengan lingkaran-lingkaran ilmiah dan filosofis jerman. Salah satu partisipan pertikaian berkelanjutan ini adalah Jurgen Hebermas, yang merupakan salah satu teoritisi politik terkemuka Jerman (McCarthy 1978).
Hebermas mewakili generasi filsuf Frankfrut yang lebih muda. Menurut Anthony Giddens, Hebermas mengejar dua jalur pemikiran yang dikembangkan para ahli Frakfrut yang lebih tua: hubungan antara teori dan kritik serta perkembangan-perkembangan kapitalisme Barat. Perhatiannya kepada Marx menyertakan pengaruh-pengaruh Hegelian, mengkritik Marxisme ortodoks, dan memberikan perspektif-perspektif yang dapat dibedakan dari posisi-posisi Adorno, Horkeimer, dan Marcuse. Hebermas memberikan suatu penilaian ulang pemahaman Marx tentang perkembangan kapitalis, mendorong Gidden untuk berkomentar. Hebermas juga menyerukan adanya rekonstruksi perwujudan-perwujudan kesadaran kelas serta revisi teori sehingga dapat menghindarkan penanganan mekanistik atas hubungan basis dengan suprastruktur. 
Teori kritis telah mempengaruhi perspektif-perspektif negara dan kelas lainnya. Alan Wolfe (1974) mengikatkan tradisi Hegelian-Marxis dengan beberapa aspek dtrukturalisme dan berfokus pada politik pengucilan dalam upaya mengajukan sebuah teori baru. Clause Offe, seorang murid aliran kritis Hibermas, menolak instrumentalisme dan strukturalisme sebagai teori-teori yang gagal berurusan dengan mekanisme-mekanisme dalam negara yang membentuk karakter kelasnya. Offe berfokus pada mekanisme-mekanisme spesifik seperti ideologi dan penindasan. Julian Hochfeld (1967), seorang sosiolog Polandia, menguji kesabaran dalam hubungannya dengan kepentingan-kepentingan kelas. Konseptualisasinya paralel dengan tipe-tipe ideal Max Weber ketimbang gagasan kesadaran Lucacs, satu posisi yang digambarkan seorang pengeritik sebagai dogmatis (Rich 1976).
STATISME DAN PERJUANGAN KELAS
Esping - Andersen, Friedland, dan Wright (1976) memperluas saling keterkaitan antara perjuangan kelas, struktur-struktur negara, dan kebijakan-kebijakan negara. Mereka menguji cara-cara perjuangan kelas membentuk struktur negara dan cara-cara struktur negara membentuk perjuangan kelas. Mereka juga mengamati bagaimana kebijakan-kebijakan negara membentuk dan dibentuk oleh tuntutan-tuntutan yang muncul dalam perjuangan kelas. Secara spesifi, mereka menarik teori implisit dalam karya Claus Offe dan Jame O’ Connor. Offe menguji struktur kewenangan dalam masyarakat-masyarakat kapitalis liberal dan berpendapat bahwa institusi-institusi politik hendaknya dianalisis dalam pengertian kelas. Pertama, kaum borjuis menggunakan ideologinya untuk menyejajarkan kebijakan negara dengan kepentingan-kepentingannya sendiri dalam hal hubungan luar negeri, keuangan, dan bidang-bidang sosial. Kedua, tindakan negara dibatasi untuk memelihara tatanan publik melalui militer, pengadilan, dan polisi, sehingga menciptakan kondisi-kondisi bagi tercapainya akumulasi modal pribadi. Offe menuduh bahwa pembentukan negara “sejahtera” menyiratkan dukungan kelas-kelas yang lebih rendah, namun pada kenyataannya itu memungkinkan bisnis korporasi mendapatkan keuntungan-keuntungan yang jauh lebih besar. Esping-Andersen et. al. percaya bahwa konsepsi Offe tentang otonomi dan intervensi negara ke dalam situasi-situasi krisis “membuatnya mengabaikan sejauh mana kelas-kelas secara beragam mampu membangun permesinan negara dan menyuarakan tuntutan-tuntutan bagi adanya tindakan negara”. Karya James O’Connor The Fiscal Crisis of the State (1973) mengurusi hubungan struktural internal negara dengan kontradiksi-kontradiksi proses akumulasi. Secara khusus ia mengamati bagaimana perjuangan kelas membatasi kemampuan negara untuk merasionalisasi kapitalisme dan bagaimana struktur-struktur negara berlaku sebagai penghalang tantangan kelas pekerja. Teori implisit yang ada dalam Offe dan O’ Connor membawa Esping-Andersen et. al. pada empat pernyataan menyangkut bagaimana struktur-struktur negara terbentuk oleh perjuangan kelas. Pertama, mereka memandang struktur-struktur negara sebagai hasil perjuangan kelas. Kedua, struktur-struktur ini menengahi. Ketiga , kelas kapitalis membentuk struktur-struktur ini dengan tujuan membatasi negara. Keempat, struktur-struktur ini tak terhindarkan akan bersifat kontradiktif dan tidak pernah secara total menetralkan perjuangan kelas. Esping-Andersen et. al. juga menguji bagaimana bentuk dan arahan perjuangan kelas diasah negara. Dalam sebuah tanggapan kritis terhadap Esping-Andersen et. al. , Capitol Kapitalisme Group (1977) membenarkan kembali arti penting persetujuan bahwa perjuangan kelas memiliki posisi pusat dalam proses sejarah yang membentuk negara.
ISU-ISU ANALISIS KELAS
  Pluralisme tetap mempengaruhi studi perbandingan. Para spesialis Politik Barat mengabaikan pendekatan-pendekatan yang di bentuk oleh teori dan metedologi Marxis bidang ini mengalami kebuntuan saat menghadapi kontribusi-kontribusi menarik dan inovatif yang menjadi rivalnya. Sebagai satu cara  untuk merangkum beberapa trend divergen yang mengalir dalam bab ini, isi-isu analisis kelas yang diidentifikasikan dan dibahas: (1) Peran Negara dan kelas penguasa, (2) kategori-kategori analisis kelas, (3) tingkat-tingkat konseptualisasi kelas, (4) hubungan basis dengan sprastruktur, (5) implikasi-implikasi formasi-formasi social prakapitalis dan kapitalis.
PERAN NEGARA DAN KELAS PENGUASA
  Bentuk-bentuk primitif Negara diorganisasikan menrut jalur-jalur hubungan kekeluargaan ketimbang hubungan kelas. Bentuk-bentuk Negara berkembang sebagai tanggapan atas pembagian sosial pekerja ke dalam kelas-kelas. Bentuk-bentuk kontemporer negara ditemui dari periode akumulasi rented an primitif modal persaudagaran hingga era berkembangnya modal uang di mana negara semakin melayani akumulasi modal progresi dan mode produksi kapitalis. Negara absolut  menggantikan negara feodal ketika monarki-monarki eropa mengkonsilidasikan kekuasaan mereka atas kaum bangsawan. Negara borjuis berkembang dari negara absolut ketika kelas borjuis yang bangkit mengambil alih kekuasaan dan institusi-institusi negara. Negara borjuis pusat teoritasnya berputar di sekitar hubungan negara dengan kelas penguasa.  Dalam Communist Manifesto, Marx dan Engels merujuk pada “eksekutif” negara sebagai komite yang mengelola urusan-urusan kaum borjuis.
KATEGORI-KATEGORI KELAS DALAM ANALISIS
  Kondisi-kondisi masyarakat umumnya menetukan kelas-kelas mana saja yang dapat dianalisis. Ilmuwan sosial menerapkan stratifikasi kelas-kelas atas, menengah, dan bawah. Kelas-kelas semacam ini berhubungan dengan pendapatan, status, serta pendidikan. Analisis elit-elit penguasa mengamati elit yang kecil, khosif, dan relaif  tertutup, mengontrol keptusan hal-hal penting  demi menjaga status quo. Marx menganalisis masyarakat dalam pengertian kelas penguasa, para bangsawan feodal dan penggarap ladang adalah dua kelas utama dalam Eropa zaman feodal; para pemilik budak dan budak, di Amerika Serikat sebelum perang sipil; dan para kapitalis dan pekerja, di masyarakat kapitalis kontemporer. Isunya disini adalah pengenalan metodelogo Marx sebagai basis analisis kelas, kita sekarang beralih upaya mengidentifikasi metodologi Marxis. Dalam Communist Manifesto, Marx dan Engels menekankan dua kelas utama di bawah kapitalisme- yang satu hidup lewat kepemilikan, yang lain dengan bekerja, Dalam Capital Volume ketiga, menyinggung tiga kelas pemilik tanah, para kapitalis dan para pekerja upahan, namun dalam Eightteenth Brumaire, ia menganalisis politik Prancis di pertengahan abad kesembilanbelas, dalam pergeseran penyajajaran kelas,monarki dibagi-bagi oleh kaum legitimasi, disokong oleh pemilik tanah luas. Pada akhirnya sebuah republic borjuis mengambil alih kekuasaan, didukung oleh aristokrasi keuangan, kaum borjuis industry, kelas menengah, kaum borjuis kecil, tentara dan kaum proteltas bebal. Yang tertindas disini adalah kaum proletar beserta kepentingan-kepentingan mereka yang bertentangan. 
TINGKAT-TINGKAT KONSEPTUALISAI KELAS
  Dos Santos (1970) berpendapat bahwa Marx berniat menganalisis konsep kelas dan pendekatan ini konsisten dengan metode dialektika. Tingkat analisis ini cenderung abstrak atas penekanannya pada kategori-kategori teoritis, Dos Santos percaya bahwa ia muncul dari “Praktek” dan “hubungan-hubungan konkret dimana manusia hidup dalam kenyataan sejarah” (1970: 179). Dos Santos mengamati bahwa perkembangan kapitalis berkelanjutan membawa untuk mengingkari adanya krisis-krisis kapitalis. Marx, menurut Dos Santos menyusun “ sebuah sistem terstruktur tingkat-tingkat abstraksi yang terkonkret hingga terabstrak dan dari yag trabstrak hingga terkonkret”. Marxisme mendefinisikan hokum dalam pengertian yang kompleks; Harus berhubungan dengan kenyataan sosial namun sebagai teori formal, menekankan observasi empiris dan memperbolehkan hal-hal absolut, kodifikasi, dan tipe-tipe ideal.
HUBUNGAN BASIS DAN SUPRASTRUKTUR
  Marxis memberikan penekanan ekonomi dalam analisis terhadap Idiologi kelas dihubungkan dengan suprastruktur. Konsepsi-konsepsi borjuis tentang negara, birokrasi, dan partai misalnya, dapat menghasilkan beberapa kesalahan peletakan penekanan posisi elit yang mengalir dalam aliran Instrumentalis, atau mereka dapat menghailkan kategori-kategoru struktur dan institusi kaku yang mengungkapkan kekurangan-kekurangan aliran strukturalis. Menurut Marx, adalah pemaparan kenyataan semu. Pengapenalan dan pemahaman adanya penyestan atau kesadaran semu oleh suatu kelas tereksploitasi, misalnya, membawa pada perjuangan revulusioner demi pembebasan kelas terekspoitasi.
IMPLIKASI-IMPLIKASI FORMASI-FORMASI PRAKAPITALIS DAN KAPITALIS
  Dalam bab sebelumnya, saya menyinggung perdebatan mengenai beragam intrepretasi masyarakat ganda di Amerika Latin. Pandangan ini berasumsi bahwa wilayah ini Feodal. Perkembangan kapitalisme di daerah pedesaan mengalami hambatan, namun kontak komersial di wilayah-wilayah perkotaan memungkinkannya terjadi di kota-kota. Sebagai konsekuensinya muncul dua masyarakat, yang satu bersifat pedesaan, feodal, dan terbelakang,dan yang lain bersifat perkotaan, kapitalis, dan maju. Pandangan ini di bela oleh golongan kiri lewat para pengkritik yang menuduh bahwa masyarakat-masyarakat Amerika Latin slalu memiliki cirri feodal dan berlanjut hingga hari ini sebagai masrakat tertutup, tradisional, penentang perubahan, dan tak terintegrasi ke dalam ekonomi pasar. Pembahasan ini lebih memperhatikan ekonomi-ekonomi ketimbang negara-negara kapitalis industry, namun perdebatan mengenai transisi dari feodalisme ke kapitalisme berasal dari beragamnya pemahaman pengalaman eropa. Marx memperluas formasi-formasi ekonomi prakapitalis, dan Eric Hobsbawn (1965), seorang sejarawan Inggris, membawa materi ini bersama-sama dengan pengenalannya sendiri. Sejarawan ekonomi Inggris Maurice Dobb menyajikan sebuah tujuan dalam Studies in the Development of Capitalism (1946), dan Paul Sweezy, Dobb, dan lain-lain memperdebatkan pertanyaan-pertanyaan tentang trnsisi dalam dekade mendatang (disunting oleh Rodney Hilton, 1976). Karya Perry Anderson Passages from antiquaty to Feodalism (1974) mencoba bergerak dari satu posisi teoritis ke interpretasi sejarah dari beragam formasi sosial yang mencirikan mode produksi feodal di Eropa Barat abad pertengahan. Karya Immanuel Wallerstein the modern-word-system (1974) juga memberikan cahaya pada topik kontroversial ini, sebagai mana karya Barry Hindess dan Paul Q. Hirst pra-capitalism modes of production (1975). Menurut Edel, stidaknya ada tiga perdebatan yang berasal dari literatu ini. Yang pertama berkaitan dengan asal-usul kapitalisme, “Bagi Marx, Marxis asal-usul kapitalisme sebuah sistem diletakkan ketika modal persaudagaran terbentuk, untuk pertama kalinya, lewat ketersedian pekerja bebas tanpa properti untuk melakukan kerja upahan, ini memungkinkan perkembangan satu bentuk produksi baru dan sifat-sifat kapitalisme”. Perdebatan kedua berpusat pada Eropa Kontemporer berbagai perspektif sosialisme dan kmunisme pertanyaan-pertanyaan transisi ke sosialisme. Perdebatan ketiga melibatkan apakah negara-negara yang sekarang terbelakang adalah kapitalis sekalipun mereka ddominasi oleh imperialism dan kekuatan-kekuatan kapitalis asing.

Resume Buku Teori Perbandingan Politik oleh Ronald H. Chilcote (BAB VII)

TEORI PERBANDINGAN POLITIK

Nama Kelompok 7

1. Ketut Ardiani 1302045225
2. Alfian Noor 1302045190
3. Dinda Noor Utami 1302045230
4. Bernardinus Tasik 1302045192
5. Ayu Tri Amelia R 1302045231



BAB VII
 PEMBANGUNAN POLITIK & KETERBELAKANGAN

Sejumlah literatur intelektual para teoritisi ortodoks maupun radikal hadir dengan subjek utama pembangunan (development) dan keterbelakangan (underdevelopment). Kompleksitas isu-isu mempesona yang baru saja membuka literatur pembangunan. Dalam upaya memperjelas isu-isu tersebut, bab ini mengajukan sebuah sintesi terhadap enam tema umum yang mengalir dalam literatur.
Pembangunan politik
Pembangunan dan nasionalisme
Modernisasi
Keterbelakangan
Ketergantungan
Imperialisme

A.     PEMBANGUNAN POLITIK
Salah satu perkembangan dalam ilmu politik adalah munculnya studi pembangunan politik sebagai bidang kajian tersendiri, disamping bidang kajian lainnya seperti : 1. Teori-teori politik, 2. Lembaga-lembaga politik, 3. Partai-partai, golongan-golongan dan pendapat umum 4. Hubungan internasional. Para sarjana barat mengembangkan kajian ini dalam usaha mereka memahami perubahan sosial politik di Negara-negara sedang berkembang. Oleh karena itu, konteks pembangunan politik cenderung ditujukan pada Negara-negara sedang berkembang dengan asumsi bahwa dinegara-negara tersebut belum berjalan rasionalisasi, integrasi dan demokratisasi.
 Konsep pembangunan politik dikatakan mempunyai konotasi secara geografis, deveriatif, teologis dan fungsional: 1. Pembangunan politik dalam konotasi geografis berarti terjadi proses perubahan politik pada Negara-negara sedang berkembang dengan menggunakan konsep-konsep dan metoda yang pernah digunakan oleh Negara-negara maju, seperti konsep mengenai sosialisasi politik, komunikasi politik dan sebagainya. 2. Pembangunan politik dalam arti derivative dimaksudkan bahwa pembangunan politik merupakan aspek dan konsekuensi politik dari proses perubahan yang menyeluruh, yakni modernisasi yang membawa konsekuensi pada pertumbuhan ekonomi, urbanisasi, peningkatan pendidikan, media massa, perubahan status sosial dan aspek-aspek lainnya. 3. Pembangunan politik dalam arti teologis dimaksudkan sebagai proses perubahan menuju pada suatu atau beberapa tujuan dari sistem politik. Tujuan-tujuan itu misalnya mengenai stabilitas politik, integrasi politik, demokrasi, partisipasi, mobilisasi dan sebagainya. Juga termasuk didalamnya tujuan pembangunan suatu bangsa meliputi pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pemerataan, demokrasi, stabilitas dan otonomi nasional. Pembangunan politik dalam makna fungsional diartikan sebagai suatu gerakan perubahan menuju kepada suatu sistem politik ideal yang ingin dikembangkan oleh suatu Negara misalnya Indonesia ingin mengembangkan sistem politik demokrasi konstitusional.
Kepustakaan atau literatur pembangunan politik menekankan percabangan politik dari pembangunan dan kecenderunagn membedakan pembangunan politik dan pembangunan ekonomi. Literatur ini di kelompokkan ke dalam tiga tipe: a. yang satu berasosiasi dengan gagasan-gagasan demokrasi, b. berpokus pada aspek-aspek pembangunan dan perubahan politik, dan c.menguji krisis konsekuens-konsekuensi pembangunan politik. Pembangunan sebagai penguatan nilai-nilai dan praktek demokrasi kapitalis barat, danya partisipasi pluralistik, sistem-sitem multi partai, dan politik persaingan maupun stabilitas politik dan penghindaran ketegangan yang berlebihan. Pembangunan demokrasi bagaimanapun juga harus di imbangi dengan pemerintahan yang kuat dan kewenangan teratur.
          Dalil-dalil demokrasi ini terus-menerus merasuki konsepsi pembangunan politik. Upaya almond  untuk mengikat sistem-sistem ortodoks dan teori budaya pada pembangunan politik merupakan contoh tidak berubahnya pandangan terhadap kenyataan tersebut. Dalamaspects of political development, mengungkapkan bias-biasnya terhadap demokrasi barat sekaligus mengenali adanya keragaman defenisi, yang umunya di asosiasikan dengan perubahan. Banyak penulis menemukan bahwa upaya-upaya untuk mengidentifikasi penjelasan pembangunan yang netral adalah bersifat statis, dan ini menjadi perhatian diletakkan pada perubahan dalam kebutuhan dasar manusia.
          Konsepsi mereka berpusat pada “sindrom pembangunan” atau tiga dimensi sistem politik-pembedaan, kesetaraan, dan kapasitas. Pembedaan merujuk pada “ proses pemisahan progresif dan spesialisasi peran-peran, cakupan institusional, dan asosiasi dalam masyarakat”. Kesetaraan berhubungan dengan “kewarganegaraan nasional, orde legal universal, dan norma kemajuan”. Kapasitas melibatkan bagaimana pemerintah mengelola ketegangan-ketegangan dan merangsang keteganagan baru. Ketika pemerintah berkembang lewat peningkatan pembedaan, krisis kesetaraan dan kapasitas dapat terjadi: krisis identitas, legitimasi, partisipasi, penetrasi, dan distribusi. Krisis identitas berhubungan dengan budaya masa dan elit dalam pengertian perasaan nasional mengenai wilayah, pembelahan yang menggerogoti kesatuan nasional, dan koflik antar loyalitas etnik dengan komitmen nasional. Krisis legetimasi tumbuh karena pembedaan-pembedaan mengenai kewenangan. Krisis partisipasi adalah “sebuah konflik yang terjadi ketika elit yang memerintah memandang permintaan dan prilaku-prilaku individu dan kelompok yang mencoba berpartisipasi dalam sitem politik sebagai tidak berlegitimasi”. Krisis penetrasi dicirikan oleh “tekanan kepada elit yang memerintah untuk mebuat adaptasi atau inovasi institusional dengan keragaman tertentu. Krisis distribusi dianalisis dalam pengertian masalah-masalah seperti idiologi, sumber daya fisik dan manusia, serta lingkunan intitusional.

B.     PEMBANGUNAN DAN NASIONALISME
Pembangunan seringkali diasosiasikan dengan nasionalisme, dan akhir-akhir ini hubungan tersebut ditekankan dengan merujuk negara-negara yang sedang bangkit di afrika, asia, dan amerika latin. Kebanyakan sejarawan mencatat lahirnya nasionalisme ketika berlangsugnya Revolusi Prancis, meskipun nasionalisme diasosiasikan dengan masyarakat-masyarakat primitif atau terpendam dalam negara-kota, desa-desa lokal, atau wilayah tertentu. Ilmuan sosial telah menyarankan sebuah klasifikasi nasionalisme, dan setidaknya teridentifikasi sembilan tipe nasionalisme dalam literatur umum. Nasionalisme pribumi diasosiasikan denga organisasi-organisasi primitif dan kedukuan, yang berukuran kecil namun homogen dan dipegang bersama-sama lewat suatu sitem keyakinan dan praktek yang membentuk loyalitas dan kepasrahan para anggota individu terhadap “negara” mereka.Nasionalisme tradisional, lebih memilih pemeliharaan aristokrasi, menjunjung tuhan sebagai pemegang kekuasaan tertinggi negara.Nasionalisme relegius atau simbolik, dicirikan oleh simbol-simbol bermuatan emosi, dan dalam bentuk sekulernya. Nasionalisme humaniter muncul dari pemikiran abad kesembilanbelas dan serupa dengan nasionalisme tradisional, ia mejanjikan pembebasan dari kejahatan-kejahatan masa kini hingga melenium mendatang, menggantiakan hal-hal natural denagn supranatural ilmu dengan teologi. Nasionalisme liberal juga berasal dari abad kesembilanbelas, menekankan demokrasi politik, nilai-nilai kemanusiaan, dan kebebasan individu maupun patriotisme dan kedaulatan sabagai basis-basis negara.Nasionalisme integral menolak liberalisme, menegaskan kepatuhan patriotik, memusuhi pengaruh asing, dan mengagungkan negara sebagai batu pijakan menuju sebuah tatanan baru. Nasionalisme borjuis diekpresikan dalam bentuk-bentuk lama dan baru, varian lama didukung oleh kelas-kelas menengah dan profesional yang mengakui kesatuan nasional serta liberalisme politik dan ekonomi.Nasionalisme teknology dapat disaksikan di negara-negara industri dimana kemajuan didoring melalui perencanaan terpusat dan pembangunan. Nasionalisme jakobin atau radikal diidentifikasi lewat pergerakan pembebasan kontemporer, ia mendesak setralisasi politik dan ekonomi dengan penuh disiplin, kedaulatan rakyat, kebebasan, dan kesetaraa maupun penyandaran pada kekuasaan untuk memperoleh tujuan-tujuan akhir.
Dengan demikian nasionalisme memberikan suatu implus idiologi bagi seluruh pembangunan politik, sosial, budaya, dan psikologis. Meskipun beberapa nasionalisme mungkin lebih efektip dari pada yang lain dalam merangsang pembangunan nasional, terhadap asumsi yang berlaku di seluruh literatur: semakin kuat nasionalisme, semakin besar peluang munculnya permintaan dan tindakan bagi keterlibatan dalam kehidupan nasional; permintaan dan tindakan ini mungkin membawa pada perubahan dan perkembangan.

C. MODERNISASI
-Hubungan & Basis Supra Struktur
           Penekanan bahwa rasa pengikut marxis memberikan basis ekonomi dalam analisis kelas tidak perlu menutupi perhatian terhadap implikasi-implikasi ideologis kelas ketika dihubunfkan dengan suprastruktur. Konsepsi-konsepsi borjuis tentang negara, birokrasi dan partai misalnya dpt nenghasilkan beberapa kesalahan peletakan penekanan posisi elit dengan aliran instrumentalis atau mereka dpt menghasilkan kategori-kategori struktur dan institusi kaku yang mengungungkapkan kekurangan-kekurangan aliran strukturnya.
-Tingkat - Tingkat Konseptualisasi Kelas
           Dos santos(1970) berpendapat marx berniat menganalisis konsep kelas dalam beberapa tingkat yang saling terkait dan pendekatan ini konsisten dengan metode dialektika.
-Pluralisme.
          Para ilmuan politik umumnya menyinggung ciri pluralis pilitik ANGLO-AMERIKA. pluralisme berpegangan bahwa demokrasi diadilkan pada keberagaman kepentingan dan penyebaran kekuasaan.
-Pluralisme & Teori Demokrasi Eletis.
          Dalil inti teori demokrasi elitis klasik adalah bahwa disetiap masyarakat, suatu minoritas membuat keputusan-keputusan besar.
-Pluralisme & Poliarki.
          Robert Dahl (1971) mengerahkan perhatiannya pada studi poliarki-poliarki dimana hambatan-hambatan oposisi tidak substansial. Para ilmuan politik mencirikan poliarki-poliarki ditandai oleh otonomi subsistem dan pluralisme organisasi.
-Pluralisme & Sosialisme.
          DHAL berpendapat bahwa pluralisme "tidak lagi terbatas pada pemikiran borjuis barat"(1978:192) dan ia membedakan antara pluralisme organisasional & pluralisme konfliktif.
-Instrumentalisme.
          Instrunentalisme berasumsi bahwa negara dikontrol oleh&melayani kepentingan - kepentingan kelas kapitalis.

-Warisan Struktur Kekuasaan Dalam Komunitas.
          Secara tradisional studi-studi komunitas telah melayangkan pertanyaan tentang siapa yang berkuasa dan umumnya studi-studi ini menerapkan teori  stratifikasi.
-Sruktur Kekuasaan & Instrumentalisme oleh MILS & DOMHOFF
          Perhatian dari banyak studi komunitas mengenai struktur kekuasaan telah memberikan dorongan awal bagi sebuah teori negara atau kelas instrumentalis.

-Instrumentalisme Marxis oleh MILIBAND
          Karya miliband the state in capitalist society (1969) berakar secara kuat dalam instrumentalisme.

-Tinjuan Kritis Terhadap Teori Instrumentalisme
          Para peneliti struktur kekuasaan dan para instrumentalis telah menemui kesulitan konseptual dengan kategori-kategori longgar yang mereka gunakan tanpa diskriminasi.

-Strukturaliusme
       Teori - teori strukturalisme & struktur kekuasaan subsansiak berbeda. Bukannya menjadi subjek manipulasi borjuis pennguasa dibawah kapitalisme, negara mungkin beroprasi dlm cara yg ditentukan oleh perkembangan kapitalisme sendiri.

-Strukturalisme Dalam Marx & Levi-Strauss
       Bagi marx, sebagaimana claudie-levis-strauss, "struktur" hendaknya tidak dihancurkan dengan hubungan-hubungan sosial" yang kasat mata, namun merupakan tingkat kenyataan yang tidak sama alias kasat mata namun hadir dibelakang hubungan-hubungan sosial yang kasat mata.

-Strukturalisme Politik: Gramosci, Althusser & Polanzas.
       Antonio gramsci: seorang ketua parlemen pendiri partai komunis italia ditahun 1921, seorang ketua parlemen ditahun 1922 dan seorang narapidana pada zaman pemerintahan fasisme musolini selama akhir tahun 1920an hingga menjelang kematiannya ditahun 1937.

-Analisis Kelas Sistem Dunia Modern: WALLRSTEIN.
       Yang dalam cara-cara tertentu berhubungan dengan strukturalisme ialah karya emmanuel wallerstein (1975) tentang kelas dalam ekonomi dunia kapitalis.

-Pandangan - Pandangan Kritis Terhadap Teori Strukturalis
       Satu masalah utama teori strukturalis: bahwa ia hanya sedikit menjekaskan aksi kekas yang muncul dari kesadaran kelas sebuah perhatian MARX khususnya dalam karya-karya.

-Kritikalisme Ideologi & Kesadaran
          Meskipun bbrp strukturalis sprt Althusser & poulanzas menggali pertanyaan-pertanyaan politik mengenai negara & kelas.

-Statisme & Perjuangan Kelas.
          ESPING-ENDERSON, friedland , dan wright (1976) mwmperluas keterkaitan.

-Isu – Isu Analasisi Kelas & Kategori - Kategori Kelas Dalam Analisi
          Pluralisme tetap mempengaruhi studi perbandingan. Kondisi-kondisi ini umumnya menentukan kelas-kelas mana saja yang dianalisis.

-Impikasi – Implikasi, Formasi – Formasi, Prakapitalis & Kapitalis.
Dalam bab sebelumnya yang menyinggung perdebatan mengenai beragam interpretasi masyarakat ganda di AMERIKA latin, pandangan yang diterima luas berasumsi bahwa wilayah ini feodal, sia-sia zaman spanyol dan portugal ketika penaklukan dan pendudukan amerika latin berlangsung dan monarki-monarki iberia menyodorkan aristokrasi dan sistem feodal.

D. Keterbelakangan

Keterbalakangan ini biasanya berhubungan dengan pengalaman dari negara-negara maju. Maka dari itu perspektif dari Negara-negara yang kurang berkembang mengasumsikan kemungkinan pembangnan disetiap tempat itu dapat di saring dari negara-negara maju untuk Negara-negara yang kurang berkembang. Kemudian, penyebaran kapitalisme dapat dipercaya akan memecahkan masalah-masalah seperti kemiskinan, kelaparan, kesehatan, dan lain sebagainya. Namn, setelah perang dunia ke-dua, pendekan difusionis tidak dapat memecahkan masalah-masalah dari Negara-negara yang kurang berkembang. Setelah itu, ada pula pembangunan kapitalis di pusat dan keterbelakangan di batas tepi (marginal), yang kemudian pada saat itu Frank (1966) sangat prihatin dengan teori yang gagal memperhitungkan hubungan antara metropolis dan koloninya di zaman persaudagaran dan ekspansi kapitalis. Teori pembangunan keterbelakangan kapitalis ini, yang kemudian menuliskan keterbelakangan di Afrika, Asia, dan Amerika Latin.
Ada beberapa ilmuwan yang memakai Negara-negara tersebut menjadi studi kasus dari keterbelakangan misalnya saja seperti, Frank pada tahun 1967 ia menggunakan studi kasusnya pada Negara Brazil dan Chili untuk mendukung torinya. Kemudian, Keith Griffin pada tahun 1969 ia menggunakan studi kasusnya pada Negara Amerika Latin untk dapat menganalisis sebuah jalur yang sama. Dan yang terakhir ilmuwan yang bernama Kenneth Grundy pada tahun 1966 ia menggunakan Negara Afrika sebagai studi Kasusnya untuk menguji pengeksplorasian keterbelakangan di Afrika.

E. Ketergantungan

Definisi dalam  perluasan  teori  imperialismenya,  lenin  merujuk  pada  konsep  ketergantungan,  iamemahami imperialisme kapitalis sebagi perwujudan perjuangan diantara kekuatan colonial demipembagian  ekonomi  dan  politik  dunia,  perspektif  ketergantungan  kontemporer  mengungkapkanbentuk-bentuk  dominasi  dan  ketergantungan  yang  berlawanan  diantara  Negara-negara  duniakapitalis,  ilmuwan  sosial  brazil,  dos  santos  membenarkan  bahwa  dengan  ketergantungan  kitamengartikan sebuah situasi dimana ekonomi Negara-negara tertentu terkondisi oleh perkembangandan ekspansi ekonomi lain yang menjadi tempat bergantung Negara-negara tadi.

Perspektif-perspektif ketergantungan kontemporer mengungkapkan bentuk-bentuk dominasi dan ketergantungan yang berlawanan di antara Negara-negara dunia kapitalis. Kemudian, yang menerapkan ketergantungan dalam analisis pembangunan dan keterbelakangan ini hanya berfokus pada masalah ekonomi politiknya saja pada Dunia ketiga. Namun, ada 5 konsepsi dari Bacha  tentang ketergantungan menurut para ahli, yaitu
Thomas Vasconi, mengatakan bahwa untuk membedakan pembangunan dari keterbelakangan itu seharusnya saling bergantungan dari suatu system kapitalis mendunia.
Imperealisme Lenin, mengatkn bahwa menurut Bacha, Lenin mampu memadukan kekuatan internal dan eksternalnya dalam sebuah interpretasi ke dalam Negara dependen.
Frank, mengatakan bahwa dirinya sendirilah yang menganalisis struktur metropolis-satelit sistem kapitalis.
Dos Santos, mengatakan bahwa ketergantungan baru itu di kenal sebagai ketergantungan industri-teknologi.
Cardoso dan Faletto, yang menekankan struktur internal dan yang mengamati hubungan di Negara-negara dependen.

Setelah itu ada yang namanya pendekatan terhadap ketergantungan yang dimana pndekatan ini mengasumsikan bahwa banyaknya pembangunan difusionis dimasukkan kedalam teori ketergantungan.

Klasifikasi teori ketergantungan
Cardoso menguji 3 kecendrugan dalam literature ketergantungan, pertama, pembangunannasional  otonom, keyakinan  bahwa  pembangunan  akan  terjadi  melalui  ekspor  komoditas  atauinvestasi  asing.  3  alternatif  dihadapi  oleh  Negara  terbelakang:  ketergantungan,otonomi,revolusi.Kecendrungan  kedua  menyertakan  sebuah  analisis  tentang  kapitalisme  internasional  dalam  fasemonopolitiknya dan diwakili  oleh gagasan awal  Cardoso mengklaim dirinya mewakili  pendekatanketiga  yang  dipercayainya  menguji  proses  structural  ketergantungan,  secara  historis  dalampengertian  hubungan-hubungan  kelas  dalam  upaya  menganalisis  kontradiksi-kontradiksi  internaldalam wilayah politik dan ekonomi internasional.
Pendekatan-pendekatan terhadap teori ketergantungan
Pendekatan  utama  teori  ketergantungan  mengasumsikan  sebuah  posisi  anti  imperialismnamun  merekan  dapat  dibedakan  kedalam  kategori  non  marxis  dan  marxis.  Pengikut  marxismencoba  mempenagruhi  para  reformis  borjuis  radikal  yang  sering  kali  memamfaatkan  konsep-konsep  ilmu  sosial  borjuis,  pengikut  marxis  yang  menentang  pendekatan  semacam  inimengasosiasikan dependensitas dengan perspektif imperialisme non marxis.
Pembangunan kapitalis dependen
Fernando Henrique Cardoso menyatakan gagasan bahwa kapitalisme mendorong keterbalakangan,sebaliknya  ia  berpendapat  bahwa  pembangunan  kapitalis  dapat  terjadi  dalam  situasi-situasidependen telah menjadi bentuk baru dari ekspansi monopolistiknya di dunia ketiga.
Pembangunan keterbelakangan kapitalis
Tulisan awal andre guder frank memberikan satu landasan lain bagi teori ketergantungan .frank  menekankan  monopoli  komersial  ketimbang  feodalisme  dan  prakapitalis  sebagai  cara-caraekonomi metropolis nasional dan regional mengeksploitasi dan menarik surplus dari satelit-satelitekonominya, dengan demikian kapitalisme pada skala dunia mendorong pembangunan metropolisdengan tanggungan satelit-satelit terbelakang dan dependen.
Ketergantungan baru
Theotenio dos santos memberikan garis besar beberapa tipe ketergantungan-ketergantungancolonial  mencirikan  hubungan-hubungan  antara  Negara-negara  eropa  dengan  koloni-koloninyadimana monopoli perdagangan dilengkapi oleh monopoli tanah,pertambangan, dan tenaga kerja diNegara-negara koloni, teori ketergantungan baru mencoba menunjukkan bahwa hubungan Negara-negara  dependen  dengan  Negara-negara  dominan  tidak  dapat  diubah  tanpa  adanya  perubahandalam struktur internal dan hubungan eksternalnya.

F. IMPRIALISME
Beragam interpretasi membayangi teori imprialisme yang definitif. Jonah Raskin(1971) memperbandingkan inti perspektif-perspektif imprialisme liberal dan radikal sebagaimana tercermin dalam tulisan-tulisan kontemporer. Contoh meskipun kipling ”menyembunyikan kebenaran imprialisme josep conrad menguji ekspansi kapitalisme internasioanal, interaksi, dan pengambil alihan kesejaterahan oleh pihak-piahk asing.
Keduanya dipersembahkan bagi kaisar inggris keduanya memandang hal-hal yang ekstrim yang kontra. Teorian-teori imprialisme umumnya berhubungan dengan kegiatan-kegiatan beberapa negara dominan di dunia. Dalam jalur ini imprialis di definisi kan “Hubungan dominasi ,atau kontrol yang efektif, politik atau ekonomi langsung atau tak langsung, dari satu negara atas negara lain hubungannya dapat berupa dominasi dan ketergantungan, besar dan kecil, industridan pertanian, atau kaya dan miskin.  George lichtheim menggambarkan kekaisaran “hubungan suatu kekuatan penguasa atau pengontrol dengan mereka yang dibawah dominasinya. Lichtheim menegaskan bahwa kebayakan teori imprialisme adalah rapuh, sebaliknya ia melihat adanya harapan dari ultrainperialisme kautsky yang membayangkan bersatunya elit penguasa, terdiri dari para manajer yang meninggalkan loyalitas nasional. Imprialisme yang terjadi pada zaman kekaisaran romawi dan yunani saja.
Teori imprialisme modern menekankan bahwa imprialisme merupakan kebutuhan ekonomi-ekonomi kapitalis maju . kemudian teori liberal di kemukakan dalam karya J.A hobson di pergantian abad ini. josep schumpeter menggunakan terminologi marxis, teori marxis di perkuat oleh lenin yang memadukan konstribusi-konstribusi marxs dengan konstribusi hobson dan hilferding. Di tahun 1902 A.Hobson memberikan sati interpretasi imprealisme yang membentuk konsepsi-konsepsi non-marxis ikutan sekaligus mempengaruhi konsepsi marxis. Pemahaman yang lebih kontenporer dan umum berasal dari hobson yang menekankan bahwa dorongan untuk menginvestasikan modal keluar negeri yang bergantung pada konsumsi yang rendah (underconsumption) di dalam negeri. Dalam karyanya tentang imrialisme lenin mengakui hutang budinya terhadap deskripsi imprialisme hobson.
 Teori lenin tentang imrialisme sebagai tahan tertinggi kaptalisme didasarkan pada sebuah analisis seksama atas beberapa ciri ekonomi utama. Bagi lenin “imprialisme adalah kapitalisme monopoli”. 4 perwujudan kapitalisme monopoli ini: pertama, formasi asosiasi, kartel, sindikasi, dan badan perwalian kapitalis ketika monopoli merabak dari konsentrasi produksi; kedua, kontrol monopoli bahan-bahan mentah yang paling penting; ketiga, kebangkitan bank-bank sebagai pemegang monopoli modal keuangan, menghasilkan ”suatu oligarki keuangan yang menabrakkan jaringan  hubungan-hubungan ketergantungan tertutup keseluruh institusi-institusi ekonomi dan politik masyarakat bojuis hari ini tanpa perkecualian; keempat pembagian dunia kolonial menjadi belahan-belahan pengaruh, sebuah pencerminan perjuangan modal keuangan demi bahan-bahan mentah dan ekspor modal.



Resume Buku Teori Perbandingan Politik oleh Ronald H. Chilcote (BAB VI)

OLEH :
WAHYUDIN NOR
ISMAIL
ANGGA DWI SAPUTRA
SELMANUS NOBER S
AHMAD NAJIH PERMANA
MUHAMMAD VAHRIANDI
JANUWAR RAMDHAN
FARUQ FAHREZA


BAB 6 TEORI-TEORI BUDAYA POLITIK KOLEKTIVITAS DAN MANUSIA
Teori-teori budaya politik kontemporer ortodoks dan radikal menjadi pusat perhatian yang dihubungkan dengan asumsi budaya karya marx dan weber, beragam pandangan yang berasal dari antropologis , sosiologi dan psikologi diuji untuk mencari asal-usul budaya politik pada tingkat makro atau mikro,
Pada tingkat umum marx memandang keyakinan-keyakinan dan symbol budaya dalam masyarakat kapitalis sebagai bagian dari sebuah suprastruktur ideology dan kesadaran semu, oleh karenanya buday bersifat statis, perubahan budaya hanya terjadi lewat perubahan sejarah berbasis material, lewat transformasi mode produksi dan hubungan0hubungan kelas.
Weber dan max berurusan dengan tingkat budaya umum dan khusus, secara keseluruhan , weber menjelaskan susunan politik social dan ekonomi dengan merujuk pada budaya otonom, sementara marx menjelaskan budaya dalam pengertiannya terhadap susunan politik, social dan ekonomi masyarkat.
KONSEPTUALISASI BUDAYA DAN BUDAYA POLITIK ORTODOKS
Makna budaya kebanyakan berasal dari penggunaan budaya dari penggunaan budaya dalam penegrtian antropologi, E.B taylor, konsep budaya sebagai keutuhan kompleks yang menyertakan , pengetahuan, keyakinan, seni, moral, hukum adat dan kemampuan serta kebiasaan diri sebuah komunitas.
Konsep budaya menurut Frans Boas serupa dengan taylor, budaya merangkul seluruh perwujudan kebiasaan suatu komunitas, konsep budaya menurut clyde kluckhohn, budaya terdiri dari pola-pola eksplisit dan implicit dari dan atas perialku yang didapat dan disalurkan melalui symbol-simbol.keragaman inilah yang memandu pemikiran ilmu social tentang budaya, ada konsep budaya humanistic dan budaya antropologis yang kemudian coba dijembatani oleh jaeger dan selznik, dengan berpendapat bahwa ada kecenderungan antropolog yang mencerminkan kepedulian terhadap niali ideal budaya.
INTERPRETASI BUDAYA PPOLITIK PADA TINGKATAN UMUM
Konsep budaya politik dikenalkan pertama kali (1956) oleh Gabriel almond untuk memberikan suatu klasifikasi dalam membandingkan system-sistem politik, almond menyarankan  budaya politik terpisah ( memiliki otonom) namun tetap berhubungan dengan budaya umum, namun ia juga menghubungkannya dengan klasifikasi system politiknya, dalam the civic culture, almod dan verba menyempurnakan konsep budaya politiknya, mereka merujuk pada system politik yang terinternalisasikan lewat perenungan perasaan, dan evaluasi penduduknya. Berkolaborasi dengan o’bingham powell jr, almond memperluas system politiknya, budaya politik adalah sikap-sikap dan orientasi individu dual politik diantara  suatu system politik.
Studi-studi komunikasi
Komunikasi adalah jaringan masyarakat manusia .atau sturuktur sebuah system komunikasi dengan saluran –saluarannya yang sedikit banyak terdefinisikan dengan baik komunikasi menjadi aspek yang agak terpingirkan   dan tidak sepenuhnya di peluaskan dalam perbandingan politik, studi komunikasi adalah esensial dan memberikan fasilitas bagi pemahaman dan perkembangan budaya,
Menurut Lucian pye bahwa seluruh proses- proses social dapat di analisis dalam pengertiyang berhubunganan struktur, kandungan dan aliran komunikasi. Ada pun ciri- ciri komunikasi
Pertama sebagaimana di sampaikan di atas bahwa komunikasi meresapi hubungan manusi dengan pesan yang segaja maupun tidak kedua komunikasi berlaku pada institusi media masa pers dan radio ,televise. Seni –seni  popular.
Dengan ciri-ciri di atas pye meneguhkan sebuah budaya dunia sabagai tipe ideal dari apa yang di pikirkan bagi kehidupan modern. Ia di dasarkan pasa suatu pandangan ilmiah dan rasional serta penerapannya dalam seluruh fase kehidupan dengan tingkat –tingkat teknologi yang selalu lebih tinggi ia merupakan pencerminan masyarkat perkotaan dan industry di mana hubungan hubungan manusi di dalilkan pada pertimbangan pertimbangan sekuler ketimbang saktral ia merangkul semangat pencerah setidaknya pengakuaan nilai –nilai manusia secara formal dan penerima norma –norma rasional legal prilaku pemerintah.
Di dalam memaparkan budaya ilmiah ini pye di tahun 1963 menulis 3 model komunikasi trasional.transisional. dan modern dari tahap tradisional atau transisonal menuju modern  teori tahap ini mengklasifikasikan  dan mengambarkan masyarakat tertentu
Tahap pertama  tradisional proses komunikasi inin tidak di bedakan secara tajam dengan sosial lainnya proses hirarki social menentukan aliran dan kandungan informasi sehingga memperkuat kepentingan sendiri dan para komunikator professional jarang terdapat
Tahap kedua trasisional adlah komunikasi terbagi menjadi dua orientasinya pecah pecah di satu sisi pusat populasi perkotaan dan berpandangan barat berorentasi.
Tahap ketiga modern komunikasi media massa terprofesionalis dan relative indefenden terhadap pemerintah mereka di pandu oleh standar standar universal,interaksi dan umpan balik mencirikan lairan informasi anatara kedua tingkat
ciri dasar suatu budaya politik sebagian di tentukan oleh hubungan antara komunikasi komunikasi dan proses yang menjadi ekspresi kepentingan politik, komunikasi berhubungan dengan proses  lain seperti  mobilisasi, partisipasi dan pengaruh mobilisasi adalah proses dimana kelompok –kelompok komitmen social ekonomi dan psikologi utama yang lam terkikis atau  runtuh dan orang siap menerima pola pola sosialisasi dan prilaku yang baru.
Studi –studi sosialisasi
Di dalam media massa khususnya di dalam media massa berkontribusi pada sosialiasi politik sebuah subjek yang banyak menarik minat spesialis perbandingan politikdi negara –negara kapitalis seperti amerika syarikat.ilmuwan politik menguji sosialisasi politik sebagai cara untuk melakkan verifikasi asumsi asumsi tentang pemerintahan demokratis studi studi negara sosialisseperti china,kuba,dan uni soviet berfokus  pada pola pemikiran yang mensosialisasikan populasi sehingga mereka mengadopsi keyakinan dan nilai nilai masyarakat  revolusioner.
Meskipun para ilmuwan politik telah lama tertarik dengan cara  cara parah anggota masyarakat yang mempelajari politik   tidak terdapat khusus menyangkut apa yang perlu di pelajari atau bagaimana  riset perlu di laksanakan   secara historis yang satu di sebut  pendekatan sosiopsikologis dan yang lain pendekatan politik. Pendekatan politik umum sebaliknta menilai konsekuensi social bagi system secra utuh  dan kurang memperhitungkan keyakinan poliyik  individual dan mengarahkan perhatian pda institusi  yang membentuk pola kewenagan dan legitimasi
Menurut morgan 1974 adalah salah tafsir green stein 1965 juga berpadapat bahwa perbedaan kelas hubungan dengan  sosialisasi politik karena orang tua dari strata social lebih tinggi secra politik lebih aktif dan cenderung dan cenderung memberikan satu model keterlibatan sipil kepada anak  anaknya.semua tingkat  kehidupan  dan  focus kebanyakan studi adalah pembelajaran politik mas kanak –kanak   studi ini di maksud  untuk meberikan konsentrasi pada agen agen sosialisasi politik dan literature  socialisasi politik cukup luas dan tidakliteratur tersebut telah di laksanakan di mana-mana dalam penelitian literature yang sangat ilmiah oleh clause at .al di tahun 1968.riset sosialisasi politik telah menghasilakn banyak studi dengan ulasan literature yang di berikan pada bagian untuk mengidentifikasi beberapa kontibusi yang relevan dalam perbandingan politik. Literature ini di klasifikasikan ke dalam karya mengenai amerika serikat dan studi lintas nasional yang membandingkan data dua tau lebih negara.
             Sebuah kritik terhadap budaya
Antropolog Anthony Wallace telah menerapkan perumusan proses-proses paradigmatic Khum pada pengalaman, studi, dan teori budaya. Secara sistematis dia mengidentifikasi tahap-tahap evolusi sebuah paradigma budaya dan merasuknya pengaruh sehingga paradigma berlaku pada ilmu sosial.
Menurut William bostock yang menyeruhkan bahwa mayoritas ilmuwan politik cenderung terjebak dalam generalisasi budaya politik yang lemah dan naïf, bahwa pemahaman mereka bersandar pada asumsi-asumsi yang di pegang secara sadar atau pun tidak sadar , seperti “politik hadir terisolasi dari masyarakat, dan prilaku npolitik individu-individu dapat dipahami tanpa rujukan pada masyarakat”, budaya tidak lah ada atau tidaklah penting, budaya dapat dipelajari dalam cara yang naturalistik, budaya hadir dalam individu-individu namun tidak dalam masyarakat.
Studi-studi budaya politik, mengurangi faktor-faktor budaya baik menjadi ciri-ciri system sosial ataupun memperlakukanya sekedar agregasi statistic orientasi-orientasi intrafisik dari para anggota individual masyarakat. Lehman menyarankan bahwa terdapat satu kebutuhan bagi satu atau dua kumpulan katagori, misalnya, pergeseran budaya dan struktur dari aspek-aspek budaya kestruktur mengangkat pertanyaan-pertanyaan mengenai meytodologi riset. Lebih jauh lagi, penggunaan metode survey dapat menjelaskan beberapa aspek budaya, namu terdapat masalah yaitu memungkinkan preferensi metodologis seseorang untuk mendefinisikan perumusan teoritis dirinya senidiri.
Menurut david  Easton dalam karya awalnya tentang sistem-sistem politik memperingatkan bahwa kebanyakan ilmu social terkait dengan budaya dan bahwa kita perlu mencermati bahwa kebanyakan generalisasi hanya absah didalam batas-batas situasi budaya tertentu. Hichner dan tucker merujuk budaya politik sebagai pencerminan bias budaya, yaitu, perasangka gagasan-gagasan barat tentang modernitas. Lehman menyatakan keprihatinan atas bias normatif  budaya politik, misalnya terhadap consensus sebagai basis utama orde social.
Satu keprihatinan lain berhubungan dengan nilai kejelasan budaya politik. Peter menyatakan kesangsianya, memungkinkan konsep dengan arti penting besar seperti budaya politik mendampingi kita dalam melaksanakan studi kehidupan politik masyarakat, berfokus pada apa yang terjadi dan apa yang tidak terjadi, menggambarkan dan menganalisis serta mengurutkan banyak data yang signifikan, dan mengangkat pertanyaan-pertanyaanyang berguna bagi pemikiran dan riset tanpa menjelaskan sesuatu. Hughes dan inney memberikan  posisi yang sama dan bostokck dalam menekankan tema ini menuntut para ilmuwan politik untuk menegaskan kelemahan dan kenaifan asumsi-sumsi dalam penjelasan budaya politik mereka. Ia berpendapat bahwa tipologi budaya politik yang disarankan Almond dan Verba didasarkan pada kriteria deskriptif ketimbang analitis dan karena tidak ada paham teoritis apapun yang diterapkan, penggunan budaya politik ini tidak memiliki kejelasan dan tidak dapat di tebak.
Akhirnya para pengkritik mempertanyakan isu otonomi, hitchner mendesak agar lebih memperhatikan budaya politik dari system-sistem politik nasional yang kita pelajari. Almond telah menekankan otonomi budaya politik, dengan berpendapat bahwa system politik suatu masyarakat melekat pada budaya politiknya. Tucker mempertanyakan apakah kita perlu memikirkan budaya politik terdiri dari batas-batas otonom dalam budaya total suatu masyarakat , selanjutnya ia menyarankan bahwa gagasan budaya politik yang otonom mungkin mencerminkan suatu bias budaya . masalah bias ini diamati oleh Pye untuk menghubungkan budaya politik dengan perkembangan politik. Pye mencari suatu lingkungan demokrasi , suatu perkembangan birokrasi rasional, batas-batas diamana pola-pola modern unggul atas pola-pola tradisoanal dan perkembangan dalam pengertian kebebasan, kedaulatan popular, dan institusi-institusi yang bebas , seluruh aspek yang diidentifikasikan Pye ada dalam budaya politik amerika serikat.
Kritik terhadap budaya perlu menyertakan sebuah fokus pada teori dan metode-metode riset dan sosialisasi. Dawson dsn Prewitt memberitahukan bahwa mereka terlibat dengan suatu tipe analisis ideal, dalam hal ini mereka menyarankan suatu yang bukan merupakan deskripsi empiris akurat mengenai sosialisasi politik pada sekumpulan individu tertentu atau suatu masyarakat . fokus seperti ini mungkin mengabaikan perubahan-perubahan besar dalam masyarakat dan budaya. Kritik-kritik para peneliti ortodoks ini dan yang lain tercermin dalam tulisan –tulisan Cook dan Scioli, Dennis, Greenstein, serta Pye.
Dalam penilaian terhadap riset sosialisasi politik kontemporer, Schonfeld menyarankan empat wilayah perhatian, pertama dorongan penyelidikan perlu lebih memperhatikan masa kanak-kanak dan remaja dari pada pembelajaran masa dewasa. Kedua , para peneliti tertarik bagaimana individu-individu belajar berhubungan dengan politik, umumnya usia dewasa.ketiga , terdapat minat untuk mengidentifikasikan citra-citra normative orang dewasa menyangkut politik, dengan asumsi bahwa orang-orang dewasa menyalurkan konsepsi-konsepsi kehidupan politik ideal mereka kepada anak-anak mereka , namun arahan utama riset sosialisasi politik melewatkankan tema ini. Keempat, dunia masa kanak-kanak mungkin dapat diuji secara heururistik sebagai suatu cara pemahaman fenomena politik kompleks yang lebih menyeluruh, namun demikan, para peneli tidak mengekplorasi kemungkinan ini.
Kelemahan-kelemahan dalam metodologi sosialisasi politik dapat disaksikan pada jelasnya bias yang melingkupi interpretasi-interpretasi para ilmuwan politik yang bekerja dalam tradisi ortodoks.
Metode-metode atau teknik-teknik riset sosialidasi politik patut di pertanyakan. Sigel mempertanyakan lebih disukainya penggunaan kuesioner-kuesioner survey dan menyarankan bawa seorang peniliti mungkin dapat memetik manfaat dari wawancara tatap muka maupun pengamatan langsung dalam bentuk-bentuk sosialisasi seperti ruang kelas. Connel dan Goot secara khusus mengkritik para peneliti yang berasumsi bahwa seorang penelti dewasa dan seorang anak dapat memiliki pemahaman yang sama tentang makna pertanytaan dan jawaban mereka. Para peneliti jarang sekali mengajukan pertanyaan-pertanyaan politik yang sulit tentang siapa yang diuntungkan, siapa yang mengontrol, siapa yang berupaya untuk mengontrol, proses-proses yang mereka pelajari. Bahwa anak-anak memiliki citra penuh kebajikan atas dunia politik hampir dipastikan adalah mitos. Namun sangat dipastikan itulah yang dilakukan para teoritisi sosialisasi.

MENUJU SATU TANTANGAN RADIKAL

Satu tantangan radikal terhadap teori-teori arus utama budaya politik dan sosialisasi politik pada awalnya mencirikan konsepsi-konsepsi ortodoks lewat rangkuman kritik-kritik terhadap teori budaya. Dengan demikian, teori-teori semacam ini :

l  Teridealisasi sebagai sekularisasi politik kapitalis-teknologis.
l  Asumsinya tidak memadai, tidak jelas, tidak terbukti, dan keliru.
l  Reduksionis, terikat budaya, tidak memberikan kejelasan dan deskriptif.
l  Statis, metodenya terbatas dan berorientasi pada perilaku pasif dan terkondisi ketimbang pada perilaku pasif dan spontan.

Di belakang ciri-ciri ini, seorang pengamat radikal dapat menyelidiki implikasi-implikasi ideologi dari budaya dan sosialisasi dan dapat dipahami sebagai hal krusial dalam sosialisasi yang disponsori negara. Mislnya di Amerika Serikat, nilai-nilai dan norma-norma pluralisme demokrasi liberal mungkin dimasukkan ke dalam sistem sehingga budaya dan sosialisasi tidak menjadi independen namun bergantung pada negara  atau sistemnya sendiri. Merasuknya penyebaran ideologi ini dapat berkontribusi pada kepasifan dan kesadaran semu tentang dunia dimana individu-individu tinggal. Misalnya, disosialisasikan agar memandang kebutuhan dan masalah sebagai hal-hal yang tidak penting. Untuk perluasan tema-tema ini, lihat Bell (1976), Kanth (1976) dan Mattelart (1979). Masalah-masalah semacam ini mendorong suatu eksplorasi alternatif-alternatif dari konsepsi ortodoks.
Dalam membedakan budaya dari perwujudan-perwujudan peradaban yang bersifat material dan terukur, Bastock berkesimpulan bahwa budaya adalah “sebuah konsep abstrak, terdiri dari gagasan-gagasan, sehingga dengan demikian tidak memungkinkan dilakukannya pengamatan material”. Budaya politik tersusun dari nilai-nilai inti yang memberikan makna kepada individu-individu yang tersosialisasi olehnya sehinnga”secara tidak sadar menjadi penyalurnya”. Pengamatan-pengamatan ini menyiratkan konsekuensi-konsekuensi serius bagi para peneliti yang mungkin memanipulasi temuan-temuan mereka demi mempertahankan sebuah masyarakat status quo. Connell dan Goot (1972-1973) menuduh para akademisi bahwa pandangan dunia mereka mungkin terbentuk oleh posisi kelas mereka sehingga memandang anak-anak kelas-pekerja sebagai “tersosialisai secara tidak lengkap,”menghasilkan perasaan-perasaan tidak mampu. Mereka mengutip usulan-usulan Langton (1969) untuk memisah-misahkan kelas atas nama elit modern dan juga mengutip satu peringatan Hess dan Torney (1967) bahwa aspek-aspek tak menyenangkan dari kehidupan politik sebaiknya tidak diungkapkan terlalu dini kepada anak-anak sekolah Amerika Serikat. Contoh-contoh ini menunjukkan bahwa riset sosialiasi melumpuhkan masalah kepedulian lewat rujukan distorisi tudi-studi Easton dan Dennis (1969) serta Lane (1959b), yang “mengekalkan citra bahwa wanita bersifat lebih konservatif, lebih apatis dan lebih peduli dengan orang-orang dan isu-isu’reformasi’ pinggiran daripada pria” Morgan (1974:54).
Connell dan Goot mendesakkan suatu pendekatan yang berurusan “dengan tindakan manusia dalam sejarah.” penekanan dan kesadaran politik ini diketemukan pada untaian teori Marxis : yang satu mamadukan pemikiran Marx dengan George Lucacs serta Antonio Gramsci dan yang lain mengintegrasikan Marxis dan gagasan-gagasan Freudian dalam pemikiran Karl Mannheim, Erich Fromm, Herbert Marcuse dan Jean-Paul Sartre.
Menurut John Meisel (1974: 614), relevansi polotik dengan budaya lebih mungkin diketemukan dalam kerangka kerja Marxis dari pada dalam artikel-artikel jurnal-jurnal profesional ilmu politik. Legros (1977) berpendapat bahwa evolusionosme budaya para antropolog Amerika Serikat sangat tidak konsisten dengan teori Marxis, terlepas dari adanya penegasan-penegasan yang sebaliknya.
Pandangan Marxis tentang individu seringkali menimbulkan dikotomi dalam dua jalur. Marx menggantikan idealisme Hegelian dengan sebuah interpretasi konkret masyarakat material dan mengakarkan analisisnya pada mode produksi dan proses tenaga kerja didalamnya. Bebrapa pengikut Marxis menyatakan bahwa kekuatan-kekuatan material menentukan batas-batas kesadaran individual. Kovell (1976) berpendapat bahwa konsepsi seperti ini bersifat linier dan deterministik, memindahkan orang ke suatu situasi yang pasif dan tidak mampu bertindak sendiri. Pandangan ini dipercayainya, mencerminkan Marxisme “Vulgar” dan secara mendasar bukanlah Marxis, karena individu dalam kondisi-kondisi seperti ini “adalah sebuah robot yang dipersiapkan bagi domonasi sosialisme birokratik atau bagi dominasi modal korporasi”.
Sebuah perdebatan luas merebak disekitar dua pandangan ini yaitu para teoritisi Freudian dan Marxis berbeda dalam interpretasi-interpretasi mereka. Dalam hal ini, esai Wilhelm Reich (1966), sebuah penilaian atas perbedaan-perbedaan Kovell (1976) dan ulasan Brown (1973).
Marx mula-mula berurusan dengan penyusunan teori pengucilan dalam Economic and Philosophic Manuscipts, namun dalam Capital, Marx tidak berfokus pada pengucilan. Sejak itulah satu kontroversi lahir dimana beberapa penulis berpendapat bahwa Marx dewasa telah meninggalkan teorinya yang terdahulu, yang lain bersikeras bahwa teori yang vital tersebut berakar dalam karya-karya Marx muda. Perselisihan ini sebagian terpecahkan oleh publikasi Grundrisse, sebuah karya tradisional dan basis gagasan-gagasan yang disajikan dalam Capital.
Teori pengucilan bersandar pada kondisi-kondisi ekonomi, politik dan sosial, dan teori seperti ini dapat diketemukan di seluruh periode sejarah. Marx, meski demikian, tertarik dengan pengucilan dalam sebuah masyarakat kapitalis. Esensinya, pengucilan adalah sebuah pencerminan hubungan-hubungan antara kelas-kelas para pemilik dengan para pekerja.
Kita telah menunjukkan bahwa pekerja jatuh ke tingkatan komoditas, komoditas yang paling menyedihkan; bahwa kepedihan pekerja meningkat dengan kekuatan dan volume produksinya; bahwa persaingan yang dihasilkannya adalah akumulasi modal di beberapa tangan, dan dengan demikian sebuah pemulihan monopoli dalam bentuk yang lebih mengerikan; dan akhirnya perbedaan-perbedaan antara kapitalis dan pemilik tanah, serta antara pekerja pertanian dan pekerja industri harus dihapuskan dan seluruh masyarakat terbagi kedalam dua kelas berupa para pemilik properti dan pekerja-pekerja tanpa properti. (Marx 1961: 93)

Yang tersirat dalam teori pengucilan tersebut adalah kemungkinan terjadinya penghapusan pengucilan secara bertahap lewat penciptaan kondisi-kondisi bagi sebuah masyarakat tanpa kelas dan sebuah revolusi sosialis dunia.





Bagaimanakah prospek-prospek penghapusan pengucilan? Bruce Brown (1973) merujuk satu “praksis baru” praktek dan teori yang bermula dengan pengalaman penindasan individual, kemudian beralih pada penemuan pengucilan, dan berakhir dengan penolakan pengucilan melalui sebuah proses dimana yang bersangkutan terpolitisasi untuk menerima”satu dimensi sosial yang sejati, penyatuan perjuangan penciptaan diri yang baru dengan perjuangan bagi penciptaan masyarakat baru” (Brown 1973: 189). Frank Lindenfeld (1973) berpendapat bahwa dalam masyarakat-masyarakat industri maju dimungkinkan untuk menghapuskan pengucilan dari pekerjaan. Ia berasumsi bahwa pengucilan merupakan konsekuensi dari spesialisasi pekerjaan dan birokratisasi dalam industri di bawah kapitalisme atau sosialisme.
Lindenfeld mengutip kasus-kasus Republik Spanyol di tahun 1936 danYugoslavia sekarang ini untuk memberikan ilustrasi pendekatannya. Pengucilan tidak dapat dihapuskan di dalam masyarakat tanpa mengakhiri produksi komoditas dan pembagian sosial tenaga kerja serta penghapusan perbedaan-perbedaan antara tenaga kerja manual dan intelektual serta antara para pelaksana dan para manejer.
Samir Amin (1977) mengidentifikasi tiga model universal organisasi sosial dan perumusan ideologi : model Amerika Utara, model Uni Soviet, dan model Cina. Terlepas dari analisis hubungan-hubungan antara basis ekonomi dan supratruktur ideologi, Amin memandang model pertama berakar dalam formasi kapitalis dan ideologi Eropa dan filosofi pencerahannya didasarkan pada tradisi materialisme mekanistik. Menurut Amin,”ilmu borjuis tidak pernah melampaui materialisme primitif ini karena ia mengkondisikan reproduksi pengucilan, memungkinkan modal mengeksploitasi tenaga kerja”. Dua model yang lain didasarkan pada Marxisme. Model Soviet berbagi dengan model pertama menyangkut gagasan-gagasan konsumsi, teknologi dan tenaga kerja yang diturunkan dari perkembangan kekuatan-kekuatan produksi dan bahwa kapitalisme membedakan dirinya dari sosialisme dalam hubungannya dengan kepemilikan pribadi atau publik atas cara-cara produksi. Model Cina, sebaliknya, tidak mengantisipasi bahwa sosialisme dapat mengambil alih pola-pola konsumsi dan tenaga kerja kapitalisme.
Menurut Amin, setiap model mewakili suatu belahan budaya yang berbeda. Dalam menilai setiap belahan, pendekatan Marxis memandukan materialisme dengan dialektika dan dengan demikian membedakan dirinya dari interpretasi-interpretasi klasik materialisme dan dari idealisme. Marxisme “menghilangkan kebingungan” terhada materialisme dan idealisme dengan menghubungkan pengertian tersebut dengan perjuangan kelas.

UNI SOVIET
Analisis Marxis berkonsentrasi pada mode produksi, kekuatan-kekuatan produksi, dan hubungan-hubungan sosial dari produksi, dengan demikian konsep budaya dapat diterapkan dalam Marxisme, bukan ditingkat basis melainkan suprastruktur. Lenin memahami budaya sebagai struktur kelas, tercipta dalam citra kelas penguasa. Dalam kapitalisme, kaum borjuis menggunakan budaya untuk meningkatkan kesejahteraannya dan untuk mengintensifkan eksploitasi terhadap mereka yang bekerja. Dalam imperialisme, budaya borjuis mengalami peluruhan dan tingkat budaya masyarakat menurun. Dalam sosialisme budaya diarahkan menuju pemuasan kebutuhan massa. Dengan demikian Lenin memandang budaya terbangkitkan, di satu sisis, dalam budaya sosialis dan demokratis dari massa rakyat pekerja dan tereksploitasi dan sisis lain dalam budaya penguasa dari kaum borjuis.
Lenin mengembangkan konsepsi struktur kelasnya di tahun-tahun awal revolusi Rusia. Stalin memodifikasi konsepsi tersebut dengan memberikan perhatian pada tradisi-tradisi nasional dan nasionalitas Uni Soviet. Pengenalannya atas budaya nasional melampaui penggunaan budaya Lenin dan Marx, mengejajarkan posisi”nasional” dirinya dengan posisi”internasional” Lenin.